Senin 08 Jul 2019 10:23 WIB

Monumen Hak Asasi Anak Digagas di Solo

Monumen diperingati untuk menyambut peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Asasi Anak.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Anak-anak bermain di Wahana Taman Air Menari di Taman Pintar Yogyakarta, Selasa (2/7).
Foto: Fernan Rahadi/Republika
Anak-anak bermain di Wahana Taman Air Menari di Taman Pintar Yogyakarta, Selasa (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO- Forum Anak Surakarta (FAS) menginisiasi pembangunan monumen sebagai sarana edukasi mengenai hak dasar anak. Rencana pembangunan monumen tersebut untuk menyambut peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Asasi Anak pada 20 November 2019.

Ketua FAS, Belva Aulia Putri Ayu Rehardini, menjelaskan, tujuan pembangunan monumen tersebut tidak hanya sebagai penanda melainkan juga bahan edukasi bagi anak dan orang tua. Monumen tersebut juga wajib mempertimbangkan estetika, filosofi dan sejarah mengenai konvensi hak anak.

Baca Juga

"Saat ini masih dalam penggodokan bersama Pemkot. Kami telah mengajukan beberapa konsep dalam beberapa kali pertemuan," ujar dia, belum lama ini.

Menurutnya, FAS mengusulkan desain monumen bagian bawah terdapat dua lapis lingkaran berisi relief sejarah Kota Layak Anak (KLA) dan konvensi hak anak. Kemudian pada bagian atas terdapat empat orang anak dari ukuran kecil hingga besar saling bergandengan. Anak paling besar membawa bola bumi.

Relief dibuat sebagai sarana pembelajaran anak-anak mengenai sejarah KLA. Pemilihan relief bertujuan agar anak-anak yang belum bisa membaca juga dapat memahami melalui visualisasi sejarah. Sedangkan empat orang anak menggambarkan empat hak dasar yang harus diberikan kepada anak.

Anak dari kecil hingga besar menunjukkan hak tumbuh dan berkembang. Anak yang paling besar membawa bumi dimaksudkan sebagai simbol partisipasi anak.

"Kemudian mereka saling berpegangan tangan itu gambaran hak perlindungan, sedangkan yang paling besar menggandeng ketiga anak lainnya adalah simbol kasih sayang," imbuhnya.

Terkait lokasi pembangunan monumen, FAS mengusulkan tiga lokasi, antara lain, Monumen Banjarsari, Taman Cerdas Jebres, dan Taman Jaya Wijaya Mojosongo. Dari tiga pilihan tersebut, Belva cenderung memilih Taman Jaya Wijaya karena dianggap lebih representatif.

Hal itu mengingat taman tersebut masih baru dan berada di wilayah utara Solo. Namun ada kelemahannya dari kontur tanah dan kurangnya pohon rindang di taman tersebut.

"Sebenarnya poin yang kami inginkan dari pendirian monumen adalah partisipasi anak-anak. Soal bagaimana penempatan, desain hingga pembiayaan kami mengikuti Pemkot," ungkapnya.

FAS menilai peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Anak di Kota Solo merupakan suatu pencapaian. FAS menganggap Pemkot telah bertanggung jawab memberikan hak anak dengan berbagai komponennya. Mulai dari sistem dan birokrasi dianggap sudah bagus. Namun, Belva menilai hal yang paling sulit yakni internalisasi.

"Di keluarga misalnya, belum semua keluarga paham hak yang harus diberikan kepada anak, juga di sekolah. Sehingga perlu adanya semacam sosialisasi terhadap guru mengenai hak dasar anak," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement