REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina memulai proyek ambisius untuk menghasilkan semua energi yang diproduksi sendiri untuk dikonsumsi internal. Jika itu berhasil, maka akan memutus ketergantungan listriknya pada pemerintah Israel yang sering meninggalkan Tepi Barat dan Jalur Gaza tanpa listrik.
"Ini adalah investasi pertama Palestina di bidang energi daam memperkuat sumber-sumber energi," kata Ragheb Abu Diak, Direktur Jenderal Kementerian Pemerintah Daerah pada Kota Jenin yang terletak di bagian utara Tepi Barat, dilansir dari laman Palestine Chronicle, Senin (8/7).
Rencananya sumber energi tersebut akan menggunakan biomassa penguraian dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ZF dan mengubahnya menjadi energi. Lebih dari setengah dari sampah yang diproduksi di Palestina adalah organik dan dapat terurai secara hayati.
Inisiatif energi itu akan didanai oleh Otoritas Palestina dan diperkirakan akan menelan biaya sekitar 9 juta dolar Amerika. Para pejabat berharap itu untuk memenuhi kebutuhan sekitar 30 desa Palestina.
Direktur Eksekutif TPA ZF, Hani Shawahneh, mengatakan, proyek tersebut akan menghasilkan sekitar lima megawatt (MW) listrik dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 30 desa Palestina yang terletak di dalam Kota Jenin.
Sementara itu, seorang profesir teknik energi dan lingkungan di Universitas Nasional An-Najah, Amjad el-Qanni, menuturkan, memproduksi tenaga bersih dari biomassa atau energi matahari diperlukan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan listrik di Tepi Barat, yang meningkat 3,5 persen per tahun dan untuk membantu membatasi ketergantungan pada Israel.
Palestina menghadapi krisis listrik permanen. Jalur Gaza sering hanya menerima beberapa jam daya per hari. Pada 2017, Israel mengurangi pasokan energi ke daerah itu, lalu mendorong Hamas untuk menyebut tindakan itu berbahaya dan bencana besar, dan memperingatkan bahwa kekerasan di sana dapat terjadi sebagai akibatnya.