REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memberikan santunan kepada 10 orang ahli waris petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Kota Bekasi yang meninggal dunia saat pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Masing-masing diberikan santunan berupa uang tunai sebesar Rp 36 juta.
"Santunan ini untuk saudara-saudara kami yang jadi panitia KPPS. Santunan ini upaya kami meringankan bapak ibu sekalian," kata Komisioner KPU RI Ilham Saputra, di Gedung KPU Kota Bekasi, Jumat (12/7).
Ilham mengatakan, santunan diberikan kepada 10 dari 14 orang petugas KPPS yang meninggal dunia di wilayah tugas KPU Kota Bekasi. Empat orang lainnya, kata dia, tidak diberikan santunan lantaran meninggal setelah tanggal 10 Mei. "Empat orang petugas KPPS lainnya tidak masuk kategori, tapi tetap dapat santunan dari pemerintah kota dan pemerintah provinsi," ucap Ilham.
Adapun pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan santunan masing-masing sebesar Rp 50 juta dan dari Pemerintah Kota Bekasi sebesar Rp 20 juta. Ilham menyebutkan, secara keseluruhan, pihaknya telah memberikan santunan kepada 162 ahli waris petugas KPPS di berbagai daerah.
"Total nanti ada sekitar 500-an orang yang akan diberikan santunan" ucapnya.
Ilham menambahkan, Pemilu 2019 yang merupakan pemliu serentak ini memang sangat menguras energi. Selain itu juga membuat fragmentasi di tengah masyarakat. "Namun tidak ada kemudian niat kita untuk tanda kutip menghabisi saudaara kami, keluarga besar KPU, sendiri. Karena memang pekerjaan saat ini cukup menguras tenaga kita semua," jelasnya.
Ilham mengatakan, para petugas KPPS itu meninggal dunia lantaran kelelahan dan karena adanya penyakit bawaan. Pihaknya pun telah melakukan kerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk memastikan penyebab kematian petugas KPPS tersebut.
"Jadi tidak ada anggota KPPS yang mati karena diracun. UGM dan Komnas HAM sudah mengatakan tidak ada unsur meracuni atau apapun lah," tegasnya.
Salah seorang ahli waris petugas KPPS, Tatie Wadriyanti, mengaku senang dengan adanya santunan tersebut. "Tapi saya sekaligus sedih, karena ini tidak bisa mengembalikan suami saya," kata Tatie yang suaminya, Soni Sumarson (74), meninggal ketika menjadi petugas KPPS di Kelurahan Jati Rahayu, Kecamatan Pondok Melati.
Tatie mengatakan, uang santunan yang ia terima itu nantinya akan diberikan kepada anak yatim piatu dan janda serta untuk mengurus makam suaminya. "Saya ikhlas, karena bapak memang niatnya kerja sosial. Beliau sudah sejak 2010 jadi petugas pemilu," kata Tatie dengan mata berkaca-kaca.
Meski demikian, dia meminta agar pelaksanaan Pemilu serentak 2019 untuk dievaluasi. Ia menilai suaminya yang berumur 74 tahun, sudah terlalu tua untuk menjadi petugas penyelenggara Pemilu. "Kalau bisa yang muda-muda, regenerasi," ucapnya.