REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa awal perkembangan agama Islam, terjemah Alquran tidak dikenal masyarakat. Pasalnya, banyak ulama tidak setuju bila Kalam Ilahi diterjemahkan ke berbagai bahasa. Terlebih, tidak semua ayat dalam Alquran bisa diterjemahkan secara tekstual.
Setelah Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia, para ulama makin menyadari urgensi terjemahan Alquran. Masyarakat di berbagai negara banyak yang tidak memahami ayat Alquran dalam bahasa Arab. Mereka ingin menangkap makna dan pesan di dalamnya yang disampaikan dalam bahasa keseharian mereka.
Terjemahan Alquran diyakini sebagai bagian dakwah Islam agar semakin me nyebar luas di muka bumi. Dengan mem bacanya, masyarakat akan memahami hakikat Islam dan mengimaninya.
Sejak itu, terjemahan Alquran dinanti banyak pihak. Cendekiawan Alquran Indonesia, Prof Said Aqil Husein al-Munawwar, mengatakan, tingginya kebutuhan memahami Alquran mendorong ulama berpikir serius agar terjemahan Alquran sesuai konteks.
Akhirnya, proses penerjamahan Alquran pun dilakukan. Berdasarkan penelusuran sejarah, penerjemahan Alquran paling awal tercatat di Spanyol pada 1142-1289 M. Ketika itu, Dinasti Muwahhidun melarang penerjemahan Alquran dan memerintahkan pemusnahan terjemah Alquran dalam bahasa Barbar.
"Kami di sini berusaha menyampaikan dinamika dari penerjemahan Alquran itu, di mulai dari paling awal itu dimulai dari Spanyol, ujar Prof Said saat menjadi pembicara dalam acara Ijtima Ulama Alquran Tingkat Nasional di Bandung, belum lama ini.
Namun, setelah itu, para ulama banyak yang membolehkan penerjemahan Kalam Ilahi. Untuk pertama kalinya Alquran diterjemahkan ke bahasa Persia oleh Syekh Sa'adi al-Syirazi pada 1313 M. Kemudian, disusul ke dalam bahasa Turki. Sedangkan, orang kedua yang menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa India adalah Syekh Waliyullah Dahlawi.
Dalam bahasa Eropa, kegiatan penerjemahan Alquran telah dimulai sejak 1146 M. Dalam sejarah tercatat nama Robert Rete nensis sebagai orang yang pertama kali menerjemahkannya dalam bahasa Inggris. Sementara, Hermannus Dalmata dari Jerman menerjemahkannya dalam bahas Latin, yang selanjutnya dialihkan ke dalam bahasa Jerman dan Italia. Perkembangan selanjut nya, atas jasa Andre du Ruyer Alquran juga diterjemahkan dalam bahasa Prancis.
Mantan Menteri Agama ini menjelaskan, sejarah awal penerjemahan Alquran di Eropa bermula dari para orientalis yang berusaha ingin memahami pesan dan isi kandungan Alquran. Beberapa sumber menyebutkan bahwa para orientalis pada mulanya menerjemahkannya dalam bahasa Latin.
Mereka merasa perlu untuk mengetahui makna wahyu Ilahi, sehingga berusaha untuk menerjemahkan Alquran itu ke dalam bahasa mereka. Maka, tercatat dalam sejarah, kegiatan itu mulai diprakarsai oleh Robert Retenensis. Dalam perjalanannya, terjemahan me reka tak selamanya dilakukan secara ob jektif. Ada bias dan prejudice di dalamnya. Yaitu, dengan maksud menyelewengkan ajaran Islam sehingga banyak masyarakat salah paham terhadap Islam.
Distorsi ini merupakan kejahatan intelektual yang menyebabkan banyak orang salah memahami Alquran, khususnya, dan Islam pada umumnya. Terjemahan Alquran yang tidak objektif ini banyak diakui para ulama yang sangan perhatian dalam studi ulumul Quran. Hal inilah yang kemudian mendorong para ulama akhirnya tergerak untuk juga menerjemahkan Alquran.
Bahkan, menurut Prof Said, pada 2002 tercatat Mu amma' Malik Fahd di Madinah telah menerjemahkan Alquran lebih dari 41 terjemahan dari berbagai bahasa di dunia. Para ulama juga tidak diam meluruskan pendapat-pendapat yang melenceng dari situ. Ini juga merupakan manifestasi Kalamullah bahwa Allah berkomitmen untuk menjaga auten tisitas Alquran, jelas Prof Said.