REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) akan mulai berlaku pada 17 Oktober 2019 mendatang. Beleid tersebut juga menyoroti soal juru sembelih halal (Juleha).
Menurut Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim, pihaknya masih pesimistis dengan pemberlakuan sertifikasi bagi juleha, sebagaimana diamanatkan UU tersebut. Sebab, dari segi infrastruktur dan suprastruktur baginya masih perlu dibenahi.
“Kalau kita bicara kesiapan ini kan banyak sekali keterlambatan baik itu infrastruktur maupun suprastruktur. Sekarang untuk penyembelihan, kan kita juga harus siapkan suprastrukturnya,” ungkap Lukmanul saat dihubungi, Selasa (16/7).
Sebagai contoh, pelatihan untuk para juleha tidak mungkin hanya teoretis di kelas, tetapi juga di lapangan. Lukmanul berpandangan, pelatihan-pelatihan demikian masih perlu disiapkan.
“Bukan berarti tidak ada juru sembelih yang halal, karena di kampus-kampus sudah ada sertifikasi juleha ini. Tapi menurut saya, infrastruktur dan suprastrukturnya untuk juleha secara menyeluruh ini belum siap. Ini harus kita diskusikan, sehingga untuk sertifikasi juleha dalam LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) saja saat ini masih ada kendala,” papar Lukmanul.
Untuk diketahui, dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), juleha akan diatur dalam beberapa butir. Bagaimanapun, menurut Lukmanul, masih ada yang belum sempurna dari segi LSP. Saat ini, LSP baru mengawal sertifikasi auditor produk halal.