Kamis 18 Jul 2019 18:07 WIB

Tradisi Pecah Kendi saat Keberangkatan Jamaah Haji?

Bagaimana Islam memandang proses pecah kendi saat melepas keberangkatan jamaah haji?

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa
tangkapan layar video prosesi pecah kendi yang dilakukan manajemen Garuda Indonesia pada Juli 2019
Foto: tangkapan layar video YouTube
tangkapan layar video prosesi pecah kendi yang dilakukan manajemen Garuda Indonesia pada Juli 2019

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelepasan keberangkatan jamaah haji tahun ini diwarnai pembahasan warganet. Pasalnya, dalam video yang beredar, ada prosesi "pecah kendi" yang tampak dilakukan pihak manajemen maskapai Garuda Indonesia.

Prosesi demikian terjadi menjelang keberangkatan calon jamaah haji. Namun, tindakan itu lantas menuai protes publik Muslim karena dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Biasanya, "pecah kendi" dijalankan sebagai tradisi Jawa saat melangsungkan pernikahan. Masyarakat setempat yang melakukannya lantaran memercayai prosesi tersebut sebagai pembuka rezeki bagi kedua mempelai.

Lantas, apakah tradisi semacam ini diperbolehkan menurut syariat? Apalagi dalam konteks melepas keberangkatan para calon jamaah haji?

Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII), KH Muhammad Siddik berpandangan, tradisi semacam "pecah kendi" perlu dibahas komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Apakah prosesi demikian mengandung unsur kesyirikan atau tidak.

Jika diketahui mengandung unsur syirik, lanjut dia, jelas prosesi tersebut perlu ditinggalkan.

“Jika tradisi itu sebagai bentuk rasa syukur, di dalam Islam sebenarnya ada (ekspresi) rasa syukur dengan melaksanakan hal-hal yang sesuai agama. Tidak perlu melakukan ‘pecah kendi’ jika itu mempunyai pengertian tradisi lama, yang memiliki unsur kemusyrikan,” papar Kiai Siddik saat ditemui di Jakarta, Rabu (17/7).

Bagaimanapun, dia mengaku khawatir bila tradisi "pecah kendi" bisa menimbulkan hal-hal yang menjurus pada kemusyrikan.

Memang, tiap tradisi memiliki filosofi tertentu. Inilah yang perlu diteliti, apakah mendekati unsur syirik atau tidak. Hal demikian agar umat Islam terhindar dari suatu perbuatan yang mengandung anasir-anasir menyekutukan Allah.

Untuk kegiatan pelepasan keberangkatan calon jamaah haji, Kiai Siddik menganjurkan adanya prosesi yang sewajarnya. Dalam arti, sesuai ajaran agama Islam. Misalnya, membaca Alquran atau berdoa kepada Allah.

“Bagaimanapun, tradisi yang mengandung unsur syirik dilarang dalam Islam. Karena syirik merupakan salah satu dosa yang tidak diampuni Allah,” tambahnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement