REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Pusat Syifa Fauzia, memberikan pandangannya soal regulasi majelis taklim yang sedang digodok Kementerian Agama (Kemenag). Syifa menyambut positif penyusunan regulasi tersebut, tetapi dengan catatan. Kemenag harus melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi yang berbasis pada majelis taklim.
Syifa mengakui, BKMT mendapat undangan dari Kemenag soal penyusunan regulasi majelis taklim. Menurut dia, penyusunan regulasi ini harus mengajak berbagai elemen masyarakat terutama ulama, para da'i dan da'iyah, dan guru-guru lain agar bisa bersama-sama menggodok regulasi atau kurikulum dakwah tersebut.
"Kemarin saya juga tanya sebenarnya bentuk regulasinya sendiri untuk apa, jangan sampai nanti ini mengekang kebebasan dari majelis taklim untuk bisa memberikan pengajaran bagi masyarakat atau berkiprah di masyarakat," ungkap dia kepada Republika.co.id, Rabu (24/7).
Syifa menuturkan, belum mengetahui urgensi penyusunan regulasi majelis taklim serta dan ketentuan di dalamnya secara detail. Kemenag sejauh ini baru meminta BKMT terkait masukan dan saran. Saat ini, Syifa mengaku baru mengetahui bahwa regulasi tersebut akan berisi modul pembelajaran majelis taklim.
"Menurut saya itu boleh-boleh saja, asalkan dapat diterima. Dan untuk dapat diterima, harus mengajak semua elemen dari organisasi yang berbasis majelis taklim dan terutama dari para ulama, dai-daiyah atau ustaz-ustazah yang memang mengajarkan langsung," katanya.
Syifa berpandangan, regulasi tersebut penting tidak hanya untuk organisasi-organisasi yang berbasis majelis taklim. Karena itu, kalangan ustaz-ustazah dan para guru harus juga dilibatkan. Hal ini untuk bisa melihat, apa saja yang akan dimodulkan dalam kurikulum majelis taklim.
Penyusunan regulasi majelis taklim ini, papar Syifa, harus juga memperinci kalangan mana saja yang akan dimintai saran. Dengan begitu, regulasi yang digodok pemerintah dapat diterima dan digunakan masyarakat Muslim secara luas.
Menurut Syifa, pelibatan banyak pihak ini penting. Sebab jika Kemenag meluncurkan regulasi tersebut tanpa melibatkan elemen majelis taklim dalam proses penyusunannya, maka regulasi tersebut akan sulit disosialisasikan.
"Karena regulasi itu kan untuk disosialisasikan kepada masyarakat terutama kita yang berada di majelis taklim atau organisasi yang berbasis pada majelis taklim," ungkap dia.
BKMT sendiri, lanjut Syifa, telah mencanangkan penyusunan modul kurikulum majelis taklim. Kurikulum majelis taklim versi BKMT yang masih disusun ini, akan menjadi petunjuk tidak hanya bagi majelis taklim, tetapi juga BKMT-BKMT di daerah-daerah.
Dengan demikian, BKMT di daerah bisa memberikan pengajaran kepada anggota atau jamaah berdasarkan apa yang telah dimusyawarahkan. Karena itu juga, meski nantinya Kemenag meluncurkan regulasi terkait kurikulum majelis taklim, BKMT tetap akan mengeluarkan kurikulumnya sendiri sesuai visi dan misi BKMT.
Sebelumnya, Kemenag menggelar kegiatan bertajuk Penyusunan Regulasi Majlis Taklim. Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam), Muhammadiyah Amin mengungkapkan, pentingnya peran majelis taklim dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat Islam di Tanah Air.
Majelis taklim ialah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam nonformal. Majelis taklim juga menjadi wadah pembentuk pribadi masyarakat yang berakhlak mulia. Hal itu dalam rangka mewujudkan sikap moderat dan rahmattan lil’alamiin di Indonesia. "Selain fleksibel, majelis taklim bersifat terbuka untuk semua usia, lapisan masyarakat atau strata sosial dan jenis kelamin," jelas Amin.
Menurut dia, majelis taklim adalah pintu gerbang pendidikan Islam di level masyarakat akar rumput. Meski demikian, lembaga ini diharapkan mampu menghadapi pelbagai tantangan zaman yang semakin mengglobal. Karena itu, dia berharap, majelis taklim dapat terus meningkatkan kualitas dalam menjembatani kesenjangan pendidikan di tengah umat Islam.
"Majelis taklim juga menjadi lembaga pengkaderan bagi umat yang bertujuan membentuk akhlak mulia para anggotanya," katanya.