Sabtu 27 Jul 2019 17:20 WIB

AS dan Guatemala Sepakat Batasi Imigran Pencari Suaka

Imigran yang menuju AS harus mengajukan permohonan perlindungan suaka di Guatemala.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Warga AS Francisco Galicia (18 tahun) keluar dari pusat penahanan imigran South Texas Detention Facility di Pearsall, Texas, Selasa (23/7). Remaja yang lahir di AS tersebut menjadi korban salah tangkap dan ditahan tiga pekan.
Foto: Kin Man Hui/The San Antonio Express-News via AP
Warga AS Francisco Galicia (18 tahun) keluar dari pusat penahanan imigran South Texas Detention Facility di Pearsall, Texas, Selasa (23/7). Remaja yang lahir di AS tersebut menjadi korban salah tangkap dan ditahan tiga pekan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Guatemala sepakat menandatangani perjanjian untuk membatasi aplikasi pencari suaka ke Amerika Serikat (AS). Perjanjian yang disebut safe third country akan membatasi imigran dari Amerika Tengah yang mencari suaka ke AS. 

Pada Jumat (27/7) Presiden AS Donald Trump mengatakan perjanjian tersebut menyaratkan para imigran yang akan menuju AS, agar mengajukan permohonan perlindungan suaka di Guatemala dan bukan di perbatasan AS. Pemerintahan Trump telah berupaya keras dengan lonjakan migran Amerika Tengah yang mengajukan suaka di perbatasan selatan AS dengan Meksiko. Gelombang besar imigran pencari suaka yang tak terbendung membuat pemerintah AS kewalahan.

"Ini adalah hari yang sangat besar. Kami telah lama bekerja sama dengan Guatemala, dan kami sekarang bisa melakukannya dengan cara yang benar," ujar Trump, dilansir The Guardian, Sabtu (27/7).

Kedua negara telah menegosiasikan perjanjian itu selama berbulan-bulan. Bahkan Trump sempat mengeluarkan ancaman untuk mengenakan tarif dan konsekuensi lain kepada Guatemala, jika tidak mencapai kesepakatan.

Pemerintah Guatemala mengeluarkan pernyataan pendek dalam bahasa Spanyol di Twitter yang menyatakan, mereka tidak menyebut pernjanjian itu sebagai safe third country melainkan 'Cooperation Agreement for the Assessment of Protection Requests'. Dalam beberapa hari mendatang Kementerian Ketenagakerjaan Guatemala akan mengeluarkan visa kerja di industri pertanian dalam jangka menengah hingga jangka panjang. 

Visa tersebut juga berlaku bagi pekerja di sektor kosntruksi dan layanan. Dengan demikian, warga Guatemala dapat melakukan perjalanan secara legal ke AS. Hal ini untuk menghindari warga Guatemala menjadi korban dari organisasi kriminal selama bekerja di AS.

Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kevin McAleenan mengatakan, masih ada beberapa langkah prosedural yang diperlukan kedua negara untuk meratifikasi kesepakatan tersebut. McAleenan menegaskan, perjanjian tersebut akan melindungi para imigran dalam perjalanan mereka. 

"Jika Anda memiliki keluarga di Honduras atau warga negara El Salvador, ketimbang mereka harus membayar penyelundup, kemudian datang jauh-jauh ke perbatasan kami untuk mencari suaka. Maka, ketika mereka tiba di Guatemala mereka berada di negara yang memiliki proses adil untuk menilai klaim suaka dan di sanalah mereka harus membuat klaim itu," ujar McAleen. 

Imigran yang tiba di AS dan belum mencari suaka di Guatemala akan dikembalikan ke Guatemala. Sebagai salah satu negara termiskin di Amerika, Guatemala tidak memiliki pengalaman dalam menerima pencari suaka dengan jumlah besar. Gelombang besar pengungsi yang masuk ke Guatemala akan membebani sumber daya negara tersebut yang terbatas. McAleen mencatat, undang-undang AS terhadap perjanjian itu lebih berfokus pada proses ketimbang keselamatan.

"Jelas ada tempat-tempat di Guatemala dan AS yang berbahaya. Tetapi itu tidak berarti bahwa tidak memiliki proses yang tepat, proses yang penuh dan adil bagi pencari suaka untuk mendapatkan perlindungan di bawah hukum internasional," kata McAleen. 

Menurut data UNHCR, imigran yang mengajukan status pengungsi di Guatemala antara Januari dan November 2018 mencapai 262 orang. Sementara, hampir 200 ribu orang dari El Savador dan Honduras telah ditangkap di perbatasan AS sejak Oktober. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement