Senin 29 Jul 2019 08:18 WIB

Pengamat: Keputusan Pemerintah Soal Blok Corridor Tepat

Perubahan kontrak migas dari cost recovery menjadi gross split dinilai tepat.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Kilang Minyak
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kilang Minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan akhirnya memutuskan memperpanjang kontrak Wilayah Kerja (WK) Blok Corridor yang akan berakhir pada 2023. Perpanjangan WK diberikan kepada existing kontraktor.

Pengamat Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, Blok Corridor yang terletak di Sumatera Selatan, merupakan blok migas terminasi terakhir dari tiga blok migas besar di Indonesia setelah Blok Mahakam dan Rokan. Proses perpanjangan di antara ketiganya memang berbeda.

Baca Juga

Pada saat kontraknya habis pada Oktober 2018, Blok Mahakam diserahkan oleh pemerintah begitu saja kepada Pertamina. Sedangkan, menjelang berakhirnya pada 2021, Blok Rokan ditawarkan melalui lelang terbuka, yang pesertanya existing kontraktor Chevron dan Pertamina.

"Pemenang lelang itu adalah Pertamina, yang menawarkan bonus tanda tangan sebesar 784 juta dolar AS dan Komitmen Kerja Pasti (KKP) sebesar 500 juta dolar AS, yang lebih besar ketimbang penawaran Chevron," ujar Fahmy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (29/7).

Untuk Blok Corridor, yang berakhir 2023, pada dasarnya juga menggunakan prinsip yang sama dengan Blok Rokan. Prinsip penawaran Blok Terminasi diberikan kepada kontraktor yang bisa memberikan keuntungan paling maksimal bagi negara.

Fahmy menjelaskan, dalam proses mengajukan penawaran ke pemerintah, tiga kontraktor eksisting blok Corridor yaitu: ConocoPhillips (operator), Pertamina dan Repsol bersepakat secara bussiness to bussiness atau B2B untuk mengajukan proposal bersama kepada pemerintah.

"Dengan berbagai pertimbangan, di antaranya untuk mendorong peningkatan kepemilikan nasional dan menjaga agar produksi migas tidak turun, pemerintah memutuskan perpanjangan kontrak Blok Corridor kepada existing kontraktor," kata Fahmy.

Fahmy merinci kesepakatan antara ketiga existing kontraktor itu, meliputi pertama, kepemilikan Pertamina naik dari 10 persen menjadi 30 persen, Repsol sebesar 24 persen, Conoco Phillips sebesar 46 persen, dan 10 persen PI diberikan kepada pemerintah daerah. Ini berlaku sejak awal kontrak yang baru pada 2023.

Kedua, Pertamina akan menjadi operator terhitung sejak 2026, agar produksi migas tetap terjaga dan tidak turun. Ketiga, memberikan bonus tandatangan 250 juta dolar AS dan KKP 250 juta dolar AS.

Keempat, merubah kontrak migas cost recovery menjadi gross split agar penerimaan negara lebih pasti. Dengan demikian, kata Fahmy, keputusan Menteri ESDM Ignasius Jonan lebih pada hanya menyetujui kesepakatan B2B dari ketiga kontraktor tersebut, yang telah memberikan bonus tanda tangan dan KKP dalam jumlah besar.

"Di samping itu, pemerintah juga sangat concern terhadap jaminan kepastian bahwa tidak terjadi penurunan produksi pasca diperpanjang kontraknya," ucap Fahmy.

Fahmy berpandangan pemerintah belajar dari Blok Mahakam yang produksinya cenderung turun secara terus menerus sejak diserahkan kepada Pertamina. "Barangkali, penyerahan sebagai operator kepada Pertamina pada 2026 memberikan kesempatan untuk belajar dalam proses tranfer of technology untuk mengelola Blok Corridor sehingga produksi tidak turun pada saat Pertamina menjadi operator pada 2021," kata Fahmy.

Di satu sisi, dia katakan, penyerahaan Blok Corridor kepada Pertamina sebagai representasi negara, merupakan manifestasi Kedaulatan Energi sesuai amanat konstitusi. Namun, di sisi lain penyerahan Blok Corridor kepada Pertamina yang kemudian terjadi penurunan produksi, sehingga menyebabkan hasil Blok Corridor tidak bisa dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

"Idealnya, kedaulatan energi dan sebesarnya kemakmuran rakyat dapat dicapai dalam waktu bersamaan. Namun, jika tidak bisa dicapai, maka mestinya mendahulukan mempergunakan Blok Corridor bagi sebesarnya kemakmuran rakyat," ucap Fahmy.

Kedaulatan energi dapat dicapai secara bertahap melalui proses kepemilikan Pertamina dari 10 persen naik menjadi 30 persen, hingga pada saatnya mencapai 51 persen. "Tidak berlebihan dikatakan bahwa keputusan Pemerintah memperpanjang Blok Corridor untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi," kata Fahmy menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement