Sabtu 03 Aug 2019 03:03 WIB

Jujur Zaman Now

zaman boleh berubah, tapi jati diri dan keaslian tak boleh punah.

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Muid Badrun

Alkisah, di sebuah desa terpencil, hidup sepasang kakek dan nenek. Mereka memiliki tiga anak dan semuanya tidak ada yang mau tinggal bersamanya. Ketika sang kakek diuji sakit, ia menelepon ketiga anaknya agar pulang. Anak pertama bilang, "Maaf Ayah, saya minggu ini belum bisa pulang karena ada tugas kantor." Padahal, dengan izin pun, ia bisa pulang.

Anak kedua juga menyampaikan, "Maaf Bu, saya tidak bisa pulang karena tidak boleh sama suami." Padahal, kalau mau izin baik-baik, suami pun akan mengizinkan. Anak ketiga pun sama tidak bisa datang dengan alasan bisnisnya lagi ramai-ramainya. Singkat cerita, ketiga anaknya tidak ada yang mau pulang.

Lalu, sang kakek berdoa sambil menangis kecewa dengan sikap ketiga anaknya. "Ya Allah... Jangan sampai anak-anakku diwafatkan sebelum ia men da patkan ujian kebohongan di dunia ini." Selang beberapa bulan, doa itu pun terkabul. Ketiga anak sang kakek dipecat dan bisnisnya bangkrut karena kebo hongan yang mereka buat pada orang tuanya. Lalu, ketiganya pun pulang menemui orang tuanya dan meminta maaf karena telah berbohong dan menyakiti hatinya.

Cerita ini terinspirasi oleh hadis riwayat Abu Hurairah yang disebutkan oleh Bukhari dalam "Adabul Mufrod". Apa hikmah dari cerita tersebut? Pertama, kejujuran itu harga mati, titik! Kapan pun dan di mana pun. Apalagi, ketika orang tua sedang meminta tolong. Jangan sampai kita menolaknya dengan berbohong. Apa pun alasannya itu tidak dibenarkan dalam Islam. Orang tua adalah keramat hidup. Merekalah yang mengandung, melahirkan, dan mendidik kita hingga dewasa dan menikah (QS al-Ankabut: 3); (QS Luqman: 14).

Kedua, jujur itu mendekatkan pada takwa (QS at- Taubah: 119); (QS az-Zumar: 33). Nah, takwa inilah solusi atas semua persoalan materi (QS ath-Tholaq: 2- 3). Kemiskinan, kegagalan, kesulitan dalam hidup, kegalauan, dan sejenisnya itu sumber masalahnya karena hidupnya masih dipenuhi kebohongan. Kalau mau hidupnya berubah lebih baik, hijrah dengan berkata dan bersikap jujur (walk the talk).

Dengan jujur, hidup lebih tenang dan teratur. Risiko sepahit apa pun ia siap telan asal tetap pada garis istiqamah dalam kejujuran. Banyak di antara kita, sering berbohong karena takut dipecat, takut pada atasan, dan takut kalau ketahuan. Padahal, tak ada yang bisa lepas sedikit pun dari kamera Allah (QS Qaaf 16-18). Ingat ini baik-baik!

Ketiga, jujur itu obat. Rasulullah SAW bersabda kepada cucunya, Hasan bin Ali RA, "Tinggalkanlah sesuatu yang membuat hatimu gelisah dan kerjakanlah yang membuat hatimu tenang. Sesungguhnya dusta itu pembawa kegundahan jiwa dan jujur itu pembawa ketenangan jiwa." Dari sini, kita bisa mengukur betapa hidup pada zaman now seperti saat ini, masalah silih berganti dan bertubi-tubi.

Lalu, bagaimana menyikapi kondisi saat ini di tengah gelombang digitalisasi yang lebih mengedepankan kosmetiksasi daripada substansi? Orang lebih ingin terlihat ganteng dan cantik dengan keunggulan efek kamera. Padahal, aslinya jauh dari tampilan nyatanya. Orang ingin terlihat sukses dan kaya, dengan memanipulasi data dan fakta. Padahal sejatinya, miskin dan biasa saja hidupnya.

Nah, di sinilah sejatinya urgensi kejujuran zaman now dibutuhkan. Artinya, zaman boleh berubah, tapi jati diri dan keaslian tak boleh punah. Cara sederhananya, mempercantik dan memperganteng diri boleh saja, asal tak ada niatan menipu dan tak berlebihan. Karena sejati nya, Allah tak melihat fisik, tapi hatinya (HR Muslim). n 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement