REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Abu Farris melanjutkan, manusia merupakan raja atas lisannya, selama belum keluar ucapan tersebut dari mulut. Namun, ketika ucapan ini telah di lontarkan, manusia akan menjadi budaknya. Kata-kata itulah yang akan mengendalikan manusia.
Dalam HR Imam Bukhari di sebutkan, Rasulullah SAW bersabda, "Allah memaafkan, me maklumi, tidak mencatat, dan menimpakan kesalahan dalam diri manusia yang masih berupa ber sitan hati. Namun, jika sudah menjadi perbuatan atau sebuah ucapan, itu menjadi catatan malaikat."
Untuk menghindari dosa, ketika sudah muncul sebuah bersitan hati atau pikiran yang buruk, cepat-cepat dihentikan dan dijauhi. Kendalikan hal buruk itu selama masih di dalam hati.
Dari Sufyan bin Abdullah ats-Tsaqofiy berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah! Ceritakan ke padaku suatu perkara yang aku dapat berpegang kepadanya.' Be liau bersabda, 'Ucapkanlah, Rabb-ku adalah Allah, kemudian istiqamahlah.'" Sufyan berkata, "Aku bertanya lagi, 'Wahai Ra sulullah! Sesuatu apakah yang pa ling engkau khawatirkan di an tara yang engkau khawatirkan?' Beliau lalu memegang lidahnya sendiri, kemudian bersabda, 'Ini.'"
Nabi pun memberikan sebuah pesan untuk selamat dari zaman yang penuh dengan fitnah. Dari Uqbah bin Amir, ia bertanya ke pada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, apa kiat agar sela mat?" Nabi menjawab, "Jagalah lisanmu, tetaplah di dalam ru mah mu, dan menangislah atas se gala kesalahanmu."
Ustaz Abu Farris menjabarkan, baiknya umat menghindari ikut berkomentar yang dirasa bu kan kemampuan maupun tanggung jawabnya. Kalaupun ada per kataan dari orang lain, jangan buru-buru menyebarkannya.
Berdiam di rumah dan tidak terpicu dengan kata-kata yang tidak jelas ilmunya lebih baik. Tanggung jawab utama seorang umat adalah apa yang ada di rumahnya, pun di luar umumnya banyak terdapat fitnah.
Terakhir, ucapan Nabi untuk menangisi diri sendiri adalah bentuk evaluasi akan diri sendiri. Hendaknya umat sadar jika diri ini juga penuh akan kekurangan dan belum tentu mampu melaksanakan kewajibannya. Insya Allah, jika kaum muslim mengamalkan tiga hal ini, maka fitnah akan meredam dan hilang.
Terakhir, ia menyebut jika lisan yang paling baik adalah lisan Nabi Muhammad SAW yang men jadi contoh nyata rahmatan lil alamin. Agama Islam turun dari lisan Beliau. Tercipta banyak ke baikan dari lisan yang Beliau ucap kan hingga nanti hari kiamat.
Nabi SAW pun mencontohkan bahwa contoh teladan dari lisan seorang mukmin adalah seperti lebah dari apa yang diserap dan dikeluarkan. Lebah ketika hing gap di bunga menghisap sari, zat baik dalam sebuah bunga.
Sari tersebut diolah dan di keluarkan berupa madu yang juga sifatnya baik. Apa yang masuk dan keluar diharap penuh dengan kebaikan, tidak hanya lisan, tetapi juga indra yang lainnya.