Kamis 08 Aug 2019 05:42 WIB

Menangkar Penyu, Melawan Abrasi

Penyu yang bertelur di pantai selatan Tasikmalaya berjumlah 30 ekor setiap tahunnya.

Penangkaran penyu melawan abrasi.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Penangkaran penyu melawan abrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P

Ratusan ekor tukik menghuni bak penangkaran Pos Suaka Margasatwa Sindangkerta, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Tukik-tukik itu masih dalam proses seleksi selama dua hingga tiga bulan sebelum akan dilepasliarkan ke laut lepas.

Kepala Pos Suaka Margasatwa Sindangkerta Atoy Kuswanda mengatakan, ratusan tukik tersebut merupakan bakal penyu hujau yang biasa mendarat di sepanjang pantai di pesisir selatan Kabupaten Tasikmalaya. Dalam satu tahun, setiap individu penyu rata-rata enam kali mendarat untuk bertelur di pantai. Telur-telur yang ditanam penyu itu kemudian dibawa ke lokasi penangkaran untuk ditetaskan agar terhindar dari bahaya predator.

"Kendala kalau dia dibiarkan mandiri itu banyak predator. Apalagi sekarang kita berbatasan dengan pemukiman, tidak menutup kemungkinan binatang peliharaan ikut memangsa tukik," kata dia saat dikunjungi Republika, Senin (5/8).

Ia menyebut, populasi penyu yang biasa bertelur di sepanjang pantai selatan Tasikmaya berjumlah sekitar 30 ekor setiap tahunnya. Setiap individu penyu itu memiliki frekuensi mendarat rata-rata enam kali dalam setahun untuk bertelur.

"Jangkanya 14-16 hari dia mendarat lagi untuk bertelur. Terus sampai enam kali per individu," kata dia.

Setelah satu tahun berkembang biak, lanjut Atoy, penyu biasanya akan memgembara ke lautan. Baru pada tahun ketiga setelah pengembaraan, penyu hijau akan kembali untuk bertelur.

Penyu hijau biasanya menetaskan telurnya di pasir kering yang berada di pantai. Sementara para petugas Pos Suaka Margasatwa membawa telur-telur itu ke tempat penangkaran. Di tempat itu, telur penyu dibiarkan di kolam pasir. Setelah menetas, tukik akan dipindahkan di bak air.

"Masa inkubasinya 60-70 hari baru menetas, lalu kita pindahkan lagi ke bak. Kita seleksi, kalau kelihatannya agresif kita lepas liarkan," kata dia.

Dalam satu tahun, Pos Suaka Margasatwa Sindangkerta bisa melepasliarkan lebih dari 2.500 ekor tukik ke lautan. Namun, semakin lama frekuensi penyu yang mendarat di pantai selatan Tasikmalaya semakin berkurang.

"Tahun ini baru sekitar 1.000 ekor yang dilepasliarkan. Memang lagi agak berkurang, apalagi sejak Januari-Maret itu sangat sedikit," kata dia.

Menurut dia, dari tahun ke tahun frekuensi pendaratan penyu hijau memang terus berkurang. Salah satu penyebabnya adalah abrasi yang terjadi di pantai selatan Tasikmalaya. Bahkan, ia menyebut dalam setahun abarasi yang terjadi di Desa Sindangkerta bisa mencapai 8-9 meter.

Ia mengatakan, abarasi yang terjadi membuat strutur pasir berubah dan penyu kesulitan untuk bertelur dalam pasir. Apalagi, lanjut dia, penyu hijau bisa bertelur di pasir yang kering.

Ia berharap, ada kesadaran warga maupun pemerintah untuk meminimalisir abrasi yang terjadi. Pasalnya, berkembangbiaknya penyu sangat penting untuk fungsi ekologis lingkungan.

"Dia (penyu) kan salah satu satwa purbakala yang memiliki usia sangat panjang, sampai ratusan tahun dan masih bisa bertelur," kata dia.

Camat Cipatujah Agus Muslim mengakui, abrasi yang terjadi di pesisir pantai selatan Tasikmalaya memang cukup tinggi. Hal itu disebabkan oleh ulah manusia, khususnya para penambang pasir besi.

"Itu tidak ada batasan zona yang dilarang, akhirnya pengusaha seenaknya menambang. Akibatnya abrasi semakin tinggi dan yang rugi itu masyarakat di sekitar pantai," kata dia.

Ia menyebut, rata-rata galian C yang terdapat di pantai selatan Kabupaten Tasikmalaya itu tak mengantongi izin. Bahkan, galian C itu sudah melebar dari dekat pantai sampai dekat jalan nasional.

Menurut dia, dikarenakan tidak ada ketentuan pemerintah yang tegas, penambang seolah berbuat bebas tanpa memimirkan dampaknya. "Namanya pengusaha itu tak mempertimbangkan kelestarian, tapi hanya mencari keuntungan," kata dia.

Agus berharap, pemerintah segera membuat regulasi mengenai batasan wilayah yang tak boleh ditambang. Pasalnya, wilayah pantai selatan Tasikmalaya bukan hanya tempat bertelurnya penyu hijau, melainkan juga kaya akan potensi wisata.

"Kalau tidak diantisipasi, mungkin ke depan jalan akan abrasi atau longsor. Yang rugi masyarakat lagi," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement