Sabtu 10 Aug 2019 04:04 WIB

Allah Mahatinggi dan Mahaterpuji

Allah SWT sebagai Rabb memiliki beragam nama yang mengagungkan-Nya.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Lafadz Allah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Lafadz Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Allah SWT sebagai Rabb memiliki beragam nama yang mengagungkan-Nya. Dari 99 As maul Husna, semuanya menggambarkan betapa besar dan menunjukkan keajaiban di baliknya. Dua nama yang dibahas Ustaz Abu Faris Yudi Kurnia dalam kajian di Masjid Fatahillah Bulak Rantai adalah Al-Muta'al (Yang Maha tinggi) dan Al Hamid (Yang Mahaterpuji).

Dalam QS ar-Ra'du ayat 9, dituliskan tentang sifat Allah SWT Yang Mahatinggi, "Yang mengetahui semua yang gaib dan yang tampak; Yang Mahabesar lagi Mahatinggi." Al-Muta'al berarti Allah Mahatinggi di atas makhluk-makhluk ciptaannya. Tidak ada sekutu yang sebanding dengan Allah SWT. Dia Mahatinggi dari kejelek an-kejelekan, aib, maupun cela dan per kataan buruk yang disanggahkan ke pada-Nya.

QS an-Naml ayat 63 juga menjelaskan tentang kedudukan Allah Yang Maha tinggi. Dalam surat itu, Allah ber sabda, "Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Mahatinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "(Sifat-sifat) mahasempurna adalah milik Allah, bahkan Dia memiliki (sifatsifat) yang kesempurnaannya mencapai puncak yang paling tinggi, sehingga tidak ada satu kesempurnaanpun yang tidak ada padanya celaan/kekurangan kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala berhak me milikinya pada diri-Nya yang mahasuci."

Ustaz Yudi menyebut, setiap ketetapan Allah SWT adalah ketetapan yang tinggi. Jika diukur dengan pemikiran manusia, bisa saja kita tidak mengenal hikmah yang disiapkan Allah dari ketetapan atau takdir tersebut. Karena itu, tidak baik seorang makhluk mencela atas takdir yang telah diberikan oleh Yang Mahatinggi.

Nama kedua yang dibahas dalam kajian ini adalah Al-Hamid atau Yang Mahaterpuji. Saat melaksanakan shalat, kita sering mengucapkan bacaan innaka hamidun majid yang artinya, "Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji (lagi) Mahamulia."

"Keberhakan Allah atas setiap pujian ini karena perbuatan Allah yang terpuji. Karena nikmat yang Allah berikan pada hamba-hambanya, maka sepatutnya kembali kepada-Nya dengan pujianpujian," ujar Ustaz Yudi.

Sebuah pujian, disebut lebih umum daripada ungkapan syukur. Ketika seseorang melihat hal lain atau manusia lainnya yang bagus adalah hal zat maupun fisiknya, maka lebih sering mengucapkan pujian daripada mensyukuri. Manusia cenderung memuji apa yang ada pada orang lain dibandingkan bersyukur atas apa yang telah diterima.

Berkaitan dengan keimanan, jika seorang umat tahu jika Allah SWT itu Ma haterpuji, maka menjadi sebuah pelajaran untuk selalu memuji Allah dalam se tiap keadaan baik susah, senang, sem pit, dan lapang. Allah Mahaterpuji atas apa yang telah ditentukan bagi hamba- Nya.

"Ulama-ulama menyebut, di antara faktor terbesar manusia sabar dalam menghadapi masalah hidup, apalagi yang tidak mengenakkan adalah kita tanamkan jika yang terjadi di hidup merupakan ketetapan Allah SWT. Lalu, kita imani bahwa Allah Mahaterpuji atas apa yang ditentukan, walaupun berkaitan dengan hal tidak enak yang kita jalani," ujar Ustaz Yudi.

Ia pun melanjutkan, saat menjalani takdir yang tidak mengenakkan itu, ma nusia mungkin belum tahu hikmah atau kebaikan apa yang tersembunyi di balik nya. Namun, ketika telah beriman, kita yakin bahwa tidak akan kembali kepada Allah SWT hal lain kecuali puja dan puji.

Menjadi sebuah keutamaan bagi umat yang mengenal kemahaterpujian Allah dalam segala hal bahkan saat berada dalam kondisi susah dan berusaha bersabar. Dalam HR Tirmidzi disebutkan, "Apabila anak seorang hamba me ninggal dunia, Allah berfirman kepa da malaikat-Nya, 'Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?' Mereka ber ka ta, 'Benar.' Allah berfirman, 'Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?' Mereka menjawab, 'Benar.' Allah berfirman, 'Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?' Mereka berkata, 'Ia memujimu dan mengucapkan istirja (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji'uun).' Allah berfirman, 'Ba ngunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (ru mah pujian).'"

Selanjutnya, setelah mengetahui bahwa hanya kepada Allah seharusnya manusia memberi puja dan puji, hal ini menghindarkan dari memuji makhluk hingga seseorang itu menjadi lupa diri. Pujian ini bagaikan menyembelih leher saudara sendiri jika yang dipuji berubah menjadi sosok yang sombong.

Pujian-pujian yang berkaitan dengan fisik dan perbuatan hendaknya dilakukan dengan tidak mendahului Allah SWT ka rena Allah yang Maha Mengetahui bagai mana asli dan detail sebuah ciptaan-Nya. Saat memuji, hendaknya ucapkan masya Allah sebagai pendahulu. "Dengan mengikutsertakan asma Allah dalam pujian yang kita berikan, bisa mencegah dari iri hati." 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement