Senin 12 Aug 2019 08:05 WIB

Regenerasi PDIP Dinilai tak Dinamis

Puan dan Prananda diprediksi bakal menggantikan Megawati.

Red: Budi Raharjo
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) didampingi Politikus PDI Perjuangan Puan Maharani (kiri) dan Prananda Prabowo (kanan) meninggalkan ruangan usai konferensi pers tentang pengukuhan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024 dalam Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) didampingi Politikus PDI Perjuangan Puan Maharani (kiri) dan Prananda Prabowo (kanan) meninggalkan ruangan usai konferensi pers tentang pengukuhan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024 dalam Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kembali memilih Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum untuk kelima kalinya pada Kongres V PDIP di Bali, akhir pekan kemarin. Pakar ilmu komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, menilai keterpilihan kembali Megawati menunjukkan PDIP kurang dinamis dari segi regenerasi.

Meskipun, menurut dia, PDIP menjadi partai yang paling solid saat ini. “Jadi, PDIP itu menang karena solidnya, tapi bahaya juga jika suatu partai tidak dinamis, dalam artian masih mengandalkan seorang tokoh,” tuturnya kepada Republika, Sabtu (10/8).

Ia mengatakan, sosok Megawati memang masih menjadi magnet ideologi bagi internal kader PDIP. Menurut dia, tokoh lain yang ada di PDIP juga belum rela jika posisi Megawati tergantikan. “Terpilihnya Megawati sebagai ketua partai itu bukan soal pantas atau tidak pantasnya. Ini lebih ke soal rela atau tidaknya di badan partai,” ujar dia.

Suko menuturkan, mayoritas partai politik di Indonesia memang masih mengutamakan ketokohan dibanding ideologi kepartaian. Hal tersebut juga terlihat dengan jelas pada PDIP.