REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan mata uang Yuan China tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia. Sebab, permintaan barang ekspor dari China diprediksi akan tetap stabil.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan secara jangka pendek mata uang Yuan yang terdevaluasi tidak berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia.
“Kalau kita lihat perdagangan kita dengan China memang tak terlalu berpengaruh dari sisi Yuan, karena posisi kita bukan ditentukan dari sisi nilai tukar. Jadi ekspor impor kita, tidak begitu terkait dengan devaluasi mata uang Yuan,” ujarnya usai acara ‘Structural Transformation through Manufacturing Sector Development for High and Sustainable Economic Growth’ di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (12/8).
Menurutnya faktor yang sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor jika terjadi pelemahan permintaan atau menurunnya kualitas barang ekspor Indonesia.
“Transaksi ekspor dalam jangka pendek tidak terkait banyaknya dengan devaluasi Yuan, tapi lebih ke permintaan dan kualitas,” ucapnya.
Dody menambahkan pihaknya dan pemerintah terus berupaya untuk menjaga volume permintaan termasuk dengan perluasan pasar sasaran ekspor melalui peningkatan perdagangan bilateral. Meskipun kinerja ekspor selama kuartal dua 2019 mengalami minus 1,81 persen (yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dugaan devaluasi Yuan sebelumnya sudah dibantah Bank Sentral China, People's Bank of China (PBoC). Mereka menyebut volatilitas nilai tukar yuan secara drastis beberapa waktu belakangan merupakan reaksi pasar menanggapi rencana kenaikan tarif impor yang digaungkan Amerika Serikat (AS).
Komentar Beijing ini merespon tuduhan manipulasi mata uang yang dilontarkan Presiden AS Donald Trump kepada China, setelah mata uang China bergerak di 6,9 hingga tujuh Yuan per dolar AS dalam satu pekan terakhir.
Adapun China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Namun posisi Indonesia selalu defisit karena serbuan barang impor konsumsi dari China. Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia mengalami defisit perdagangan terhadap China hingga 8,48 miliar dolar AS pada periode Januari-Mei 2019. Angka itu meningkat dari defisit Januari-Mei 2018 yang sebesar 8,11 miliar dolar AS.