Jumat 16 Aug 2019 15:32 WIB

Rancangan APBN 2020 Ekspansif, Terarah dan Terukur

Ini wujud komitmen pemerintah membuat APBN lebih fokus pada program prioritas.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian RUU tentang APBN TA 2020 disertai nota Keuangan dan dokumen pendukungnya dalam sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian RUU tentang APBN TA 2020 disertai nota Keuangan dan dokumen pendukungnya dalam sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2020, pemerintah akan menempuh tiga strategi kebijakan fiskal. Pertama, memobilisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi. Kedua, meningkatkan kualitas belanja agar lebih efektif dalam mendukung program prioritas. Ketiga, mencari sumber pembiayaan secara hati-hati dan efisien melalui penguatan peran kuasi fiskal.

Sejalan dengan hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, kebijakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 dirancang ekspansif. "Tapi, tetap terarah dan terukur," ujarnya saat menyampaikan keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2020 Beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR, Jakarta, Jumat (15/8). 

Baca Juga

Jokowi menjelaskan, arahan tersebut sebagai wujud dari komitmen pemerintah untuk membuat APBN lebih fokus dalam mendukung kegiatan prioritas. Di sisi lain, pemerintah tetap menjaga agar risikonya berada dalam batas aman.

Sesuai dengan tema kebijakan fiskal tahun 2020, Jokowi menambahkan, fokus RAPBN diarahkan pada lima hal utama. Pertama, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mewujudkan SDM yang sehat, cerdas, terampil, dan sejahtera.

Fokus kedua, akselerasi pembangunan infrastruktur pendukung transformasi ekonomi. Ketiga, penguatan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi dan antisipasi aging population. 

Faktor keempat, penguatan kualitas desentralisasi fiskal untuk mendorong kemandirian daerah. Kelima, antisipasi ketidakpastian global.

Dengan fokus dan karakter kebijakan fiskal yang sudah dirancang, defisit anggaran tahun 2020 direncanakan sebesar 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 307,2 triliun. "Dengan Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp 2.221,5 triliun, serta Belanja Negara sebesar Rp 2.528,8 triliun," kata Jokowi. 

Jokowi menyebutkan, reformasi fiskal telah dilakukan pemerintah selama lima tahun terakhir. Yakni, pemerintah tidak lagi menggunakan pola money follows function, tetapi money follows program

Dengan pola tersebut, pemerintah tidak lagi berorientasi pada proses dan output, tetapi pada impact dan outcome. "Kita terus mengelola fiskal agar lebih sehat, lebih adil, dan menopang kemandirian," tutur Jokowi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement