REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Riza Ul Haq
Seluruh rakyat Indonesia sedang bergembira merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-74 tahun ini. Bulan Agustus menjadi bulan Indonesia bersyukur. Budaya tahunan memperingati proklamasi kemerdekaan ini mencerminkan bahwa sikap bersyukur sudah menjadi karakter berbangsa kita.
Ada dua nikmat terbesar bangsa Indonesia yang mutlak disyukuri dalam satu tarikan napas, yaitu kebebasan dari cengkeraman kolonialisme asing dan keteladanan para pendiri bangsa yang berhasil memenangkan kepentingan bangsa di atas egoisme kelompok dengan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara. Manusia yang bersyukur adalah manusia yang tawadhu karena menyadari keterbatasan dirinya, jauh dari sifat takabur. Rendah hati mengakui apa-apa yang dicapainya merupakan perpaduan dari ikhtiar manusiawi dan ridha-Nya.
Akar kata "syukur" adalah "syakara", artinya membuka dan menampakkan. Lawan kata dari "syukur" adalah "kufur", akar katanya (fiil madhi) "kafara" yang berarti menutup atau menghi langkan. Dalam perspektif Alquran, kita wajib menyampaikan rasa syukur dan meminta ampunan atas setiap kemenangan perjuangan yang diraih. Hal ini dicontohkan Rasulullah SAW saat berhasil menaklukkan Kota Makkah sebagaimana diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam al- Mushanaf yang bersumber dari az-Zuhri.
Kita patut bersyukur masyarakat di desa dan kota masih bersemangat menyambut 17 Agustus dengan pelbagai kegiatan sosial dan budaya. Budaya gotong royong masih mengakar. Memperingati proklamasi kemerdekaan artinya mensyukuri anugerah Allah SWT yang diekspresikan melalui kegiatan kenegaraan dan kemasyarakatan. Kegembiraaan merayakan kemerdekaan hendaknya bertumpu pada kesadaran kolektif untuk melakukan refleksi kebangsaan. Malam menjelang peringatan 17 Agustus diisi renungan di Taman Makam Pahlawan. Di banyak tempat, masyarakat mengadakan malam tirakat.
Dengan terus membudayakan sikap bersyukur dalam bernegara tersebut, akan menjauhkan bangsa ini dari sikap kufur nikmat. Bagi umat Islam, menjadi warga negara yang pandai bersyukur selaras dengan karakter seorang Muslim yang baik. Rasulullah pernah bersabda, seperti diriwayatkan Imam Muslim, "Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan karena setiap perkaranya itu baik. Namun, tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya".
Para ulama-cendekiawan terdahulu di negeri ini, seperti Ki Bagus Hadikusumo, M Natsir, dan Buya Hamka telah mewariskan kearifan yang kini menjadi fondasi kebangsaan kita hari ini. Jati diri atau kesalehan sebagai orang Muslim tidak menjadi penghalang dirinya menjadi warga negara yang baik. Kontribusi mereka tak ternilai bagi keberlangsungan republik hari ini. Bentuk syukur umat Islam terhadap nikmat kemerdekaan ini diwujudkan dengan komitmen dan kerja keras dalam rangka mencerdaskan masyarakat dan memajukan negeri.
Hemat penulis, mensyukuri proklamasi merupakan ketulusan kita mengekspresikan rasa terima kasih atas jasa-jasa pendahulu kita dengan terus meneguhkan semangat proklamasi guna membumikan nilai-nilai Pancasila. Dalam kerangka ini, merayakan kemerdekaan artinya kita sedang menampakkan nikmat Allah dan ikhtiar kita bernegara dalam proses menjadi bangsa yang beradab, makmur, berperikemanusiaan, dan berkeadilan. Semoga Allah SWT menghindarkan bangsa ini dari kemungkinan menjadi bangsa yang kufur nikmat. Wallahu a'lam.