REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA — Campak dilaporkan telah membuat 2.758 orang di Kongo meninggal sejak Januari lalu. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan Ebola yang dalam satu tahun terakhir juga mewabah di negara itu dan menyebabkan banyak kematian.
Padahal, campak merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Namun, tercatat pada Januari hingga awal Agustus, lebih dari 145 ribu orang di Kongo terinfeksi virus tersebut.
“Sejak Juli, epidemi telah memburuk dengan peningkatan kasus campak terbaru yang dilaporkan di beberapa provinsi,” ujar laporan dari Doctors Without Borders dilansir Japan Times, Ahad (18/8).
Menurut organisasi tersebut, bantuan yang dibutuhkan untuk penanganan wabah campak di Kongo adalah sebesar 8,9 juta dolar AS. Namun, hingga saat ini jumlah yang tersedia adalah 2,5 juta dolar AS, sangat kontras dengan pendanaan untuk penanganan Ebola.
“Tanpa mobilisasi dana dan respoon dari banyak organisasi, wabah campak di Kongo bisa menjadi lebih buruk,” ujar pernyataan Doctors Without Borders lebih lanjut.
Organisasi itu telah melakukan vaksinasi terhadap 474.860 anak-anak yang berusia antara 6 bulan hingga 5 tahun sejak Januari lalu. Selain itu, lebih dari 270 ribu pasien campak yang berada dalam perawatan.
Campak merupakan penyakit sangat menular dan disebabkan oleh virus yang umumnya menyerang anak-anak. Komplikasi paling serius akibat virus ini diantaranya adalah kebutaan, pembengkakan otak, diare, dan infeksi pernafasan yang parah.
Tahun lalu, kasus campak meningkat sebanyak lebih dari dua kali lipat dibandingkan pada dari 2017. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih terjadi sentimen "anti-vaxxer" (anti vaksin) di beberapa negara yang mampu membeli vaksin, sementara tindakan pencegahan di negara-negara miskin tak dapat optimal dilakukan karena masalah sumber daya yang tertinggal. Kongo mengumumkan epidemi campak di negara itu pada Juni.