REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan, revitalisasi tempat pembuangan akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung, Bali, sudah mencapai 94 persen. Revitalisasi ini rencananya ditargetkan selesai pada November tahun ini.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga mengatakan, sejak proyek revitalisasi dimulai pada Desember 2017 hingga kini, penataan di 22,4 hektare area TPA yang dipenuhi sampah lama secara keseluruhan sudah ditimbun dengan tanah dan geogrid. Sedangkan sisanya yang berada di lokasi block cell sanitary landfill, lahan existing akan digunakan sebagai tempat pemrosesan sampah yang datang setiap harinya selama masa pelaksanaan revitalisasi hingga terbangunnya TPA sanitary landfill yang baru.
"Revitalisasi ini termasuk untuk pengelolaan air serta lindinya. Ada drainase, kita juga kontrol sebab kita ada instalasi pengelolaan air limbahnya. November ini secara keseluruhan bisa rampung," ujar Danis saat ditemui di TPA Suwung, Bali, Selasa (20/8).
Sedangkan untuk revitalisasi sanitary landfill yang berlangsung, pihaknya menyediakan dua blok sanitary landfill seluas 5 hektare guna menampung sampah dengan kapasitas tampung setinggi 25 meter per blok. Diperkirakan, kata dia, kedua sanitary landfill tersebut bakal penuh pada 2021 nanti.
Suasana revitalisasi tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung, Bali, yang hampir rampung, Selasa (20/8). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan, revitalisasi bakal rampung pada November tahun ini.
Sebagaimana diketahui, TPA Suwung dapat menampung sampah antara 1.300-1.500 ton per hari. Sampah-sampah tersebut berasal dari wilayah Sarbagita, Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Secara dominan, penyuplai sampah terbesar berasal dari Denpasar, yakni 800 ton per hari. Untuk itu, kata dia, sebelum dua sanitary landfill dipenuhi sampah, pihaknya sudah dapat merampungkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di lahan seluas 5 hektare.
"Kita kejar-kejaran dengan waktu, ada waktu dua tahun untuk simpan sampah sebelum PLTSa-nya jadi," ujarnya.
Dia mengatakan, apabila PLTSa tersebut pembangunannya selesai pada dua tahun mendatang, keseluruhan sampah dipastikan dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi listrik. Sehingga ke depan, menurut dia, hanya akan tersisa sedikit residu sekitar 10 persen.
Dari sekitar 1.300-1.500 ton sampah per hari yang masuk, diprediksi PLTSa nantinya bakal memproduksi listrik sebesar 20 megawatt. Kendati demikian Danis menegaskan, dari jumlah tersebut kira-kira angka produksi listrik dipastikan sekitar 70 persen pemanfaatan atau sekitar 13 megawatt.
"Nanti listriknya bisa buat tambah pasokan PLN (Perusahaan Listrik Negara). PLN kan bisa menambah pasokan ke mana saja. Nah kita dari sini mengirimkan ke PLN nanti distribusinya (bagaimana) ituoleh PLN," ujarnya.
Dia menambahkan, ada tiga pendekatan pengendalian sampah yang perlu dipahami. Pertama yakni tentang perilaku masyarakat, kedua tentang circular economy atau sanitary landfill yang dapat mengurangi 30-40 persen sampah, dan ketiga tentang pendekatan teknologi melalui PLTSa.
Suasana revitalisasi tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung, Bali, yang hampir rampung, Selasa (20/8). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan, revitalisasi bakal rampung pada November tahun ini.
Menurutnya, ketika pemerintah membicarakan mengenai PLTSa, pendekatan yang dilakukan konteksnya mengacu pada pengurangan sampah, bukan hanya soal tentang listriknya.
Sebagai catatan, proyek revitalisasi dikerjakan oleh kontraktor dari PT. Waskita Karya dan PT. Arkonin yang (Kerja sama Operasi/KSO) dengan kontrak tahun jamak 2017-2019. Di sisi lain menurutnya, revitalisasi juga penting dilakukan mengingat TPA Suwung berlokasi dekat dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yang menjadi salah satu bandara tersibuk di ASEAN.
"Bali juga merupakan salah satu destinasi wisata dunia sekaligus denyut nadi utama ekonomi dan penghasil devisa negara," ujarnya.
Secara keseluruhan luas lahan TPA Suwung mencapai 32,4 hektare. Di mana ketinggian timbunan sampahnya mencapai antara 15 meter-25 meter yang sebelum direvitalisasi berpotensi menimbulkan longsor. Kini, timbunan sampah tersebut telah ditutupi oleh tanah dan geogrid yang bakal diproyeksikan sebagai ecowisata.