REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab menyerukan komunitas internasional turun tangan untuk menghentikan agresi Israel terhadap Masjid Al-Aqsha. Situs suci ketiga umat Islam itu dinilai membutuhkan perlindungan.
Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab untuk urusan Palestina Saeed Abu Ali mengatakan, 50 tahun lalu, anggota geng Zionis pernah berusaha membakar Al-Aqsha. Kendati kejadian itu sudah cukup lampau, bukan berarti saat ini Al-Aqsha terbebas dari ancaman.
"Kejahatan keji ini masih berlangsung terhadap tempat-tempat suci rakyat Palestina dan negara-negara Arab serta Islam yang melanggar prinsip-prinsip dan norma-norma hukum internasional," kata Abu Ali, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Oleh sebab itu, Liga Arab mendesak komunitas internasional memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap Al-Aqsha. Ia pun meminta agar hukum dan resolusi internasional yang relevan segera diterapkan.
Otoritas Palestina telah mengatakan upaya Israel mengubah status quo Yerusalem, termasuk situs-situs suci di sana, meningkat. Upaya tersebut dipimpin partai-partai sayap kanan Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Palestina mengungkapkan, di bawah pemerintahan Netanyahu, Israel telah melaksanakan proyek Yahudi di Yerusalem. Tujuan dari proyek itu tak hanya bertujuan mengubah komposisi demografi, tapi juga status quo kota suci tersebut.
“Kampanye Yudaisasi ini telah meningkat dalam terang dukungan Amerika yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak terbatas,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan pada Ahad (18/8), dikutip laman Middle East Monitor.
Sebelumnya Palestina telah mengecam seruan Menteri Keamanan Publik Israel Gilad Erdan untuk mengubah status quo Masjid Al-Aqsha. Palestina menilai, seruan tersebut dapat memicu pertikaian di kawasan.
“Kami mengutuk pernyataan yang ditujukan untuk meningkatkan ketegangan dan memicu perasaan rakyat Palestina, Arab, dan negara-negara Islam,” kata kantor kepresidenan Palestina.
Palestina memperingatkan Masjid Al-Aqsha adalah garis merah. Setiap upaya perubahan terhadapnya tidak dapat diterima. “Kami menyerukan masyarakat internasional turut terlibat untuk menekan Israel agar menghentikan tindakan-tindakan ini,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu Gilad Erdan mengatakan kepada Radio Israel ada ketidakadilan dalam status quo sejak 1967. “Kita perlu bekerja untuk mengubah (stasus quo) sehingga di masa depan orang-orang Yahudi, dengan bantuan Tuhan, dapat berdoa di Bukit Bait Suci,” ucapnya.