REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami depresiasi sebesar 1,6 persen pada Agustus 2019. Hal ini diakibatkan oleh berlanjutnya ketegangan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang belum terselesaikan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pergerakan rupiah pada Agustus 2019 mengalami pelemahan karena dipengaruhi ketidakpastian pasar keuangan dunia. “Rupiah pada Agustus 2019 mengalami depresiasi 1,6 persen secara point to point dan 1,4 persen secara rerata dibandingkan dengan level bulan Juli 2019,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8).
Menurutnya, nilai tukar rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya, sehingga turut menopang ketahanan eksternal. Pada Juli 2019 rupiah mengalami apresiasi 0,8 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir Juni 2019, dan 1,3 persen secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2019.
“Perkembangan ini ditopang berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan persepsi positif investor asing terhadap prospek ekonomi nasional dan daya tarik aset keuangan domestik yang tetap tinggi,” ucapnya.
Dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 21 Agustus 2019 secara point to point menguat sebesar 0,98 persen dibandingkan level akhir tahun 2018.
Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah tetap stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Adapun prakiraan ini ditopang prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang tetap terjaga seiring ekonomi domestik yang tetap baik dan imbal hasil yang menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju.
“Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas,” ucapnya.