Jumat 23 Aug 2019 04:37 WIB

Paru-Paru Bumi Itu Terbakar

Hingga Agustus tahun ini, ilmuwan mencatat lebih dari 74 ribu kebakaran di Brasil.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Gambar satelit menunjukkan beberapa kebakaran yang membakar di negara bagian Brasil Amazon.
Foto: EPA-EFE/Nasa
Gambar satelit menunjukkan beberapa kebakaran yang membakar di negara bagian Brasil Amazon.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Paru-paru Bumi kini terbakar. Ribuan hektare hutan hujan Amazon di Brasil didera kebakaran hutan yang mencapai rekor tertinggi. Hutan hujan sebagai vegetasi tropis, pohon, dan fauna yang menjadi penangkal pemanasan global hangus dilalap sang api.

Sejak 15 Agustus 2019, lebih dari 9.500 kebakaran hutan telah dimulai di seluruh Brasil, terutama di lembah Amazon. Hingga bulan ke delapan tahun ini, para ilmuwan mencatat lebih dari 74 ribu kebakaran di Brasil.

Baca Juga

Angka tersebut mencapai hampir dua kali lipat total dari 2018, yakni sekitar 40 ribu kebakaran. Lonjakan ini juga menandai peningkatan 83 persen dalam kebakaran hutan pada periode yang sama pada 2018, seperti dilaporkan oleh National Institute for Space Research Brasil. Dilansir Business Insider, negara bagian terbesar di Brasil, Amazonas terpaksa menyatakan keadaan darurat pada Senin karena kebakaran hutan yang meluas.

Lembah hutan Amazon merupakan hutan hujan terbesar di dunia yang memiliki peran penting dalam menjaga kadar karbon dioksida planet Bumi tetap terkendali. Tumbuhan dan pohon secara konsisten menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen kembali ke udara dalam proses fotosintesis.

Itulah sebabnya mengapa Amazon yang mencakup luas 2,1 juta mil persegi sering disebut sebagai paru-paru dunia. Hutan ini menghasilkan 20 persen oksigen di atmosfer planet kita tercinta ini.

Biasanya, pada musim kemarau yang berlangsung dari Juli hingga Oktober, kemarau Amazon memuncak pada akhir September. Cuaca yang lebih basah selama sisa tahun ini meminimalkan risiko kebakaran di waktu lain. 

Tapi, selama musim kemarau, kobaran api bisa terjadi dari sumber alami, seperti sambaran petir. Selain itu, para petani dan penebang juga bisa menjadi penyebab utama kebakaran karena mereka sengaja membakar hutan untuk membersihkan lahan bagi keperluan industri atau pertanian.

Kebakaran yang melanda Amazon kini memiliki efek luas di seluruh Brasil. Asap yang mengepul dari nyala api menyebar dari negara bagian Amazonas ke negara bagian terdekat Para dan Mato Grosso. Bahkan, asap menutupi matahari di Sao Paulo yang merupakan sebuah kota berjarak lebih dari 2.000 mil dari pusat ibu kota. Pada Senin, di media sosial orang-orang ramai melaporkan langit gelap gulita pada pukul 15.00 waktu setempat.

Secara keseluruhan, kobaran api telah menciptakan lapisan asap yang diperkirakan mencapai luas 1,2 juta mil persegi. Gambar dari Satelit Copernicus Uni Eropa menunjukkan asap mengiris dari utara ke selatan melalui Brasil seperti layaknya pisau.

Pekan kebakaran yang terjadi di lembah Amazon terjadi usai kebakaran serupa melanda hutan lain di Brasil. Pada Juli Brasil menetapkan rekor baru untuk deforestasi terbanyak di Amazon dalam satu bulan. Hutan Amazon pun menyusut 1.345 kilometer persegi yang berarti sama dengan lebih dari dua kali luas Tokyo.

Data dari satelit Brasil menunjukkan pohon di Amazon sekitar tiga lapangan sepak bola habis setiap menit bulan lalu. Sehingga total area gundul pada Juli naik 39 persen dari bulan yang sama tahun lalu.

Penggundulan hutan secara langsung terkait dengan kebakaran di Amazon, sebab petani terkadang membakar hutan untuk memberi ruang bagi padang rumput ternak dan ladang tanaman. Luka api yang ditinggalkan yang disengaja inilah yang kemudian bisa lepas kendali.

Di sisi lain, kondisi kehangatan suhu Bumi karena perubahan iklim dapat memungkinkan kobaran api yang muncul selama musim kemarau sehingga tumbuh lebih besar daripada yang kerap terjadi. Pemanasan global juga meningkatkan kemungkinan dan frekuensi kebakaran hutan di seluruh dunia.

Jika dirangkum, tahun ini adalah capaian suhu terpanas ketiga dalam catatan global, menurut Climate Central. Tahun lalu adalah yang terhangat keempat, di belakang 2016 (terpanas), 2015, dan 2017.

Kondisi panas dan kering di belahan bumi utara adalah konsekuensi dari pemanasan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Hal tersebut karena pemanasan menyebabkan lapisan salju musim dingin mencair lebih awal, dan udara yang lebih panas menyedot kelembaban dari pohon dan tanah. Penurunan curah hujan juga menyebabkan hutan kering yang rentan terbakar.

Gabungan kondisi itu diperkirakan penyebab kondisi ideal untuk kebakaran hutan di Brasil dan di tempat lain di seluruh dunia. Hingga hari ini, British Columbia, Kanada, dan Alaska juga mengalami kebakaran hutan, sementara lebih dari 13,5 juta hektar Siberia juga terbakar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement