REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Pondok Pesantren Nurul Huda Ciparay merupakan salah satu pesantren salaf yang tergolong baru berdiri. Meski begitu pesantren yang berada di Ciawi Gebang, Kuningan itu telah mengalami perkembangan pesat.
Tak hanya dari fisik bangunannya saja, jumlah santrinya pun dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Saat ini pesantren yang dipimpin KH. Ade Muhammad Ridwan dan Nyai Hj. Aam Siti Aminah terdapat 170 santri yang mengaji.
Namun, perjuangan KH. Ade dan Nyai Hj. Aam memajukan pesantren Nurul Huda bukanlah tanpa tantangan. Apalagi keduanya pun merupakan warga pendatang di wilayah itu.
“Awalnya kami membawa tiga santri dari pesantren kami di Sidaraja untuk mengaji di sini, lalu ada beberapa anak-anak di sini yang mengaji tapi tak bertahan lama,” tutur Nyai Hj. Aam Siti Aminah pengasuh pesantren Nurul Huda Ciparay, Ciawi Gebang saat berbincang dengan Republika,co.id pada Jum'at (23/8).
Pasang surut santri yang mengaji pun sudah menjadi hal biasa. Santri-santri kalong yang merupakan anak-anak sekitar Kecamatan Ciawi Gebang pun perlahan-lahan tak lagi mengaji. Sementara beberapa santri dari daerah lain yang tadinya menetap juga tak bertahan lama. Terlebih dengan adanya isu-isu negatif yang berhembus di masyarakat tentang lingkungan sekitar pesantren.
“Karena dulu kan di sini sepi ya, belum banyak rumah seperti sekarang. Banyak cerita-cerita yang seram di masyarakat akhirnya santi mundur,” kata Nyai Hj. Aam.
Namun perlahan-lahan, KH Ade dan Nyai Hj. Aam pun berhasil mengubah citra kampung Ciparay. Sosialisasi yang dilakukan keduanya pada masyarakat membuat santri pesantren Nurul Huda kian bertambah banyak.
Keberadaan pesantren Nurul Huda pun membawa dampak positif bagi perkampungan itu. Kampung Ciparay yang tadinya sepi berubah menjadi ramai. Banyak warga pendatang pun akhirnya mendirikan pemukiman di wilayah itu. Kini, kampung Ciparay pun telah berubah drastis menjadi komplek perumahan yang ramai dengan aktivitas keagamaan yang kerap diselenggarakan pesantren.
Pesantren ini mulai berdiri pada 2010. Pendirinya adalah Haji Saja’ Saefuddin seorang juragan tebu. Mulanya lokasi yang kini menjadi pesantren Nurul Huda merupakan mushola kecil yang berada di tengah perkebunan. Haji Saja’ pun meminta KH Ade dan istrinya untuk berdakwah di kampung itu dan mengembangkan pesantren yang didirikannya.