REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Sebanyak 358 titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan pada Senin (2/9) pagi terdeteksi di wilayah Pulau Sumatra menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Menurut BMKG Stasiun Pekanbaru, data satelit Terra Aqua pukul 06.00 WIB menunjukkan titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera paling banyak ada di wilayah Provinsi Riau.
Titik panas di Riau berjumlah 150. Titik terbanyak berikutnya berjumlah 103 titik disusul Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan dengan 67 titik.
Titik panas juga terdeteksi di wilayah Lampung (12), Bangka Belitung (dua), serta masing-masing satu titik diSumatera Barat, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau.
Di Riau, titik panas paling banyak ada di daerah pesisir seperti Kabupaten Rokan Hilir (49), Bengkalis (25), dan Kepulauan Meranti (16). Titik panas juga terdeteksi di Indragiri Hilir (tiga), Kabupaten Pelalawan(30), Indragiri Hulu (13), Kampar(dua), serta masing-masing satu di Kuansing dan Siak.
Dari 150 titik panas yang terdeteksi di wilayah Riau, 107 di antaranya merupakan titik api. Sebarannya meliputi wilayah Rokan Hilir (37), Pelalawan(23), Bengkalis (21), Meranti (13), Indragiri Hulu (sembilan), Indragiri Hilir (tiga), dan Kuansing (satu).
Pada akhir Agustus kebakaran hutan dan lahan sudah mereda bersama turunnya hujan di Riau.
Wakil Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Karhutla Riau Edwar Sanger menyatakan jumlah titik panas Riau kembali meningkat sejak 1 September, ketika satelit mendeteksi 179 titik panas di wilayah provinsi itu. Pada 1 September, kabut asap kembali meliputi wilayah Riau sepertiPekanbaru, Dumai, Rokan Hilir, Siak, dan Bengkalis dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dalam kategori sedang hingga berbahaya.
Warga Kota Pekanbaru pada Senin pagi sebagian juga mencium bau asap yang menyelimuti kota. "Subuh tadi ketika buka pintu sudah tercium bau asap dari luar," kata Uluan (45), seorang warga Pekanbaru.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karhutla yang terjadi di Riau sejak Januari 2019 sudah mencakup area seluas 30 ribu hektare.