REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Amerika Serikat (AS) dijadwalkan menarik 5.400 tentara dari Afghanistan dalam waktu 20 minggu. Hal itu sebagai bagian dari kesepakatan dengan pasukan Taliban.
Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad membeberkan rincian kesepakatan yang telah lama ditunggu untuk pertama kalinya dalam sebuah wawancara TV. Hal tersebut dikemukakan setelah ia memberi pengarahan kepada para pemimpin Afghanistan tentang perjanjian antara kedua belah pihak.
Meski demikian, dia mengatakan persetujuan akhir masih ada pada Presiden AS Donald Trump. Kesepakatan yang disinggung oleh Khalilzad dalam sebuah wawancara dengan Tolo News merupakan negosiasi dari sembilan kali pembicaraan damai yang telah diadakan di negara Teluk Qatar.
Sebagai imbalan atas penarikan pasukan AS, Taliban akan memastikan bahwa Afghanistan tidak akan pernah lagi digunakan sebagai pangkalan untuk kelompok-kelompok militan yang berusaha menyerang AS dan sekutunya. "Kami telah sepakat bahwa jika kondisinya berjalan sesuai dengan perjanjian, kami akan pergi dalam waktu 135 hari lima pangkalan di mana kami hadir sekarang," kata Khalilzad dikutip BBC, Selasa (3/9). AS kini memiliki sekitar 14 ribu tentara di Afghanistan.
Seorang juru bicara Taliban mengkonfirmasi dalam pesan teks kepada BBC bahwa rincian penarikan pasukan seperti yang diuraikan oleh Khalilzad benar adanya. Laporan BBC menyatakan bahwa penarikan pasukan yang tersisa akan tergantung pada kondisi, termasuk dimulainya pembicaraan damai antara pemerintah Afghanistan dan Taliban serta gencatan senjata.
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Sediq Seddiqqi mengatakan, presiden akan mempelajari kesepakatan sebelum memberikan pendapat apa pun. Menurutnya, pemerintah masih membutuhkan bukti bahwa Taliban berkomitmen untuk perdamaian.
Kendati demikian, rakyat Afghanistan khawatir bahwa kesepakatan AS dan Taliban dapat berdampak pada hak warga sehingga kebebasan terkikis. Para militan Taliban menegakkan hukum agama yang ketat dan memperlakukan wanita secara brutal di bawah kekuasaan mereka dari tahun 1996 hingga 2001.
Di saat wawancara Khalilzad ditayangkan, ada ledakan besar mengguncang Kabul. Taliban mengatakan, pihaknya bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 16 orang dan 119 lainnya terluka dibawa ke rumah sakit. Taliban mengaku bawha pasukan asing adalah targetnya.
Bom Taliban menargetkan kompleks perumahan warga asing. Serangan tersebut mengkhawatirkan perundingan AS dengan Taliban nantinya malah tidak akan mengakhiri kekerasan di Afghanistan serta korbannya yang mengerikan pada warga sipil.
Militan Taliban kini menguasai lebih banyak wilayah daripada sejak invasi AS 2001. Pihak Taliban pun sejauh ini menolak untuk berbicara dengan pemerintah Afghanistan, yang mereka kerap cemooh sebagai boneka Amerika.
Campur tangan AS di Afghanistan dimulai ketika AS melancarkan serangan udara satu bulan setelah serangan 11 September 2001. Saat itu, Taliban menolak menyerahkan orang di belakang mereka, Osama Bin Laden. AS kemudian bergabung dengan koalisi internasional dan Taliban dengan cepat digulingkan dari kekuasaan. Namun, mereka berubah menjadi pasukan pemberontak dan melanjutkan serangan mematikan sehingga menggoyahkan pemerintah Afghanistan berikutnya.
Koalisi internasional mengakhiri misi tempurnya pada tahun 2014, tetap hanya untuk melatih pasukan Afghanistan. Namun, AS melanjutkan operasi tempurnya sendiri yang ditingkatkan, termasuk serangan udara. Taliban terus mendapatkan panggungnya. Data BBC tahun lalu mencatat, mereka aktif di 70 persen wilayah Afghanistan.
Hampir 3.500 anggota pasukan koalisi internasional tewas di Afghanistan sejak invasi tahun 2001, lebih dari 2.300 di antaranya adalah orang Amerika. Angka-angka untuk warga sipil, militan dan pasukan pemerintah Afghanistan lebih sulit untuk diukur. Dalam laporan Februari 2019, PBB mengatakan bahwa lebih dari 32 ribu warga sipil tewas di Afghanistan. Institut Watson di Universitas Brown mengatakan 58 ribu personel keamanan dan 42 ribu militan oposisi tewas.