Senin 09 Sep 2019 15:22 WIB

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Menolak Kenaikan Iuran BPJS

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai sama dengan upaya cuci tangan pihak pengelola.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Gita Amanda
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menolak rencana kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk peserta mandiri dan penerima bantuan iuran (PBI). IMM menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sama dengan upaya cuci tangan pihak pengelola.

"Rencana kenaikan iuran itu sebagai upaya cuci tangan dari manajemen pengelola BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) terhadap bobroknya pengelolaan manajemen BPJS Kesehatan sehingga terjadi defisit anggaran," kata Ketua Umum DPP IMM Najih Prastiyo kepada Republika.co.id, Senin (9/9).

Baca Juga

Najih mengingatkan, manajemen BPJS Kesehatan dan DJSN jangan cuci tangan dengan menaikkan iuran. Sebab, kerugian BPJS Kesehatan menjadi masalah yang terjadi setiap tahun dan terus berulang.

IMM menyampaikan, jika pihak pengelola BPJS Kesehatan tidak mampu mengatasi persoalan yang terjadi maka harus diganti dengan yang lebih kompeten dan komitmen. Maka presiden harus mempertimbangkan usulan penyegaran Direksi BPJS Kesehatan. Di samping itu, IMM juga mendesak pemerintah untuk serius menangani persoalan BPJS Kesehatan.

"Kami mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam memandang persoalan BPJS Kesehatan, ini bukan saja masalah pengelolaan lembaga BPJS Kesehatan, namun juga terhadap hal-hal yang mengikutinya," ujarnya.

Najih mengingatkan pemerintah agar kualitas kesehatan masyarakat terus dikontrol dengan ketat. Pemerintah diminta memperhatikan juga mutu dan biaya pelayanan kesehatan. Jangan sampai ada oknum-oknum tertentu yang berlaku curang dan mengambil keuntungan dari adanya BPJS Kesehatan ini sehingga merugikan rakyat Indonesia.

IMM akan tetap konsisten dalam memberikan masukan positif kepada pemerintah, termasuk pada persoalan BPJS Kesehatan. IMM menegaskan posisinya tetap berpihak kepada kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"IMM se-Indonesia siap untuk menggelorakan aksi jalanan yang lebih besar guna mengawal perbaikan kualitas layanan BPJS Kesehatan ini agar lebih berkeadilan," tegas Najih.

IMM juga prihatin dengan kondisi BPJS Kesehatan yang terus menerus mendapatkan sorotan dari publik. Dalam perjalanannya sejak tahun 2015 hingga saat ini, BUMN tersebut terus menerus defisit anggaran setiap tahunnya. Pada 2015, BPJS mengalami kerugian Rp 3,8 triliun. Sampai dengan akhir tahun 2019 ini jumlah kerugian semakin meningkat.

Sesuai dengan taksiran Kementrian Keuangan sampai akhir 2019, BPJS Kesehatan ditaksir akan mengalami kekurangan anggaran hingga Rp 28 triliun. Bahkan kerugiannya bisa lebih dari itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement