REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan dari Kejaksaan kembali tidak masuk dalam formasi pimpinan KPK 2019 - 2023. DPR RI telah memilih lima calon pimpinan pada Jumat (23/9) dini hari, namun wakil dari kejaksaan tak terpilih.
Direktur Tata Usaha Negara Johanis Tanak merupakan satu-satunya capim yang lolos sampai sepuluh besar. Ia mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI pada Kamis (12/9).
Johanis melangkah ke Senayan bukan tanpa kontroversi. Ia menjadi salah satu calon pimpinan yang masuk dalam surat KPK pada DPR RI. Surat KPK itu menyatakan Johanis dan calon lainnya Firli Bahuri adalah calon pimpinan yang bermasalah.
Ia juga membawa kontroversi berkat ucapannya sendiri semasa menjalani ujian di Pansel KPK. Johanis menceritakan dirinya mengalami dilema saat menangani kasus Politikus Nasdem. Saat itu, Johanis mengaku ditemui Jaksa Agung Prasetyo, yang berasal dari Nasdem.
Lalu, pada saat uji kepatutan dan kelayakan, Johanis Tanak pun mencoba mengambil posisi dan sikap yang populis di kalangan Komisi III DPR RI. Ia menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR RI. Ia juga mengusung tema pencegahan yang diserukan DPR RI.
Selain itu, Johanis melontarkan pernyataan bahwa sikap Wadah Pegawai (WP) KPK yang menutup logo KPK di gedung KPK sebagai tindakan melanggar hukum. Sikap ini diambil Johanis mengikuti sikap DPR RI yang memang mempermasalahkan perilaku WP KPK.
Namun, mengambil posisi yang sama dengan DPR RI tak lantas mengantarkan dirinya menjadi salah satu Komisioner KPK. Ia menjadi salah satu dari tiga capim yang tidak dipilih oleh satu anggota dewan pun dalam pemungutan suara penentuan Komisioner KPK.
Kontras dengan Johanis, wakil dari Polri Firli Bahuri mulus menjadi Komisioner KPK, bahkan menjadi Ketua KPK. Seluruh anggota Komisi III mencantumkan nama Firli di kertas votingnya. Selain Firli, yang terpilih yakni Komisioner Pejawat Alexander Marwata, Advokat Lili Pintauli Siregar, Hakim Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron.
Padahal, Kejaksaan Agung (Kejakgung) RI berharap salah satu calon pimpinan KPK yang berasal dari unsur kejaksaan dapat lolos menjadi salah satu komisioner. "Kita berharap, satu, karena yang masuk satu, kita harap Johanes Tanak bisa lolos seleksi berikutnya," kata Wakil Jaksa Agung Arminsyah saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (3/9) lalu.
Arminsyah saat itu memastikan, Johanis Tanak tidak memiliki catatan buruk. Ia menjamin, seluruh jaksa yang sebelumnya diikutkan dalam seleksi capim KPK pun tak memiliki catatan buruk saat bekerja di Korps Adhyaksa.
Dengan demikian, lagi-lagi formasi pimpinan KPK tak mengandung unsur kejaksaan, setelah pada periode 2015 - 2019, pimpinan KPK juga tak mengandung unsur Kejaksaan. Kondisi ini sempat dipermasalahkan oleh eks Ketua KPK Antasari Azhar yang juga berasal dari unsur Kejaksaan. Ia menyebut, formasi itu melanggar Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Formasi itu tak memuat dari unsur Penuntut Umum. "Susunan pimpinan KPK yang sekarang ini melanggar undang-undang," kata Antasari.
Antasari menyoroti pasal 12 UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal tersebut berbunyi, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik mengatakan, formasi yang dipilih komisinya untuk 2019-2023 sudah yang terbaik. Formasi itu merupakan hasil keinginan seluruh fraksi.
"Itu sudah hak dan demokrasi masing masing fraksi, tapi titik temunya lima orang yang kita pilih ini akan bekerja serius memperkuat KPK dan mendorong pemberantasan korupsi," kata Politikus Demokrat itu.