REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dan DPR RI diusulkan bersikap tegas untuk segera membekukan kepemimpinan Agus Rahardjo dan kawan-kawan dari pimpinan KPK. Selanjutnya, presiden bisa segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK, atau melantik pimpinan KPK baru secepatnya.
Mantan komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) Peterus Selestinus mengatakan, hal itu menyikapi langkah dari Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengembalikan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo. Agus Rahardjo yang didampingi pimpinan KPK Saut Situmorang dan Laode M Syarif, menyampaikan pernyataan sikapnya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/9) petang.
Menurut Petrus Selestinus, Agus Rahardjo dan kawan-kawan secara terbuka telah menyatakan menyerahkan kembali mandat pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo. Dengan demikian, secara yuridis, tanggung jawab pengelolaan tugas KPK dalam keadaan vakum sejak Jumat (13/9) petang.
"Karena tidak mungkin Presiden Joko Widodo melaksanakan tugas-tugas pimpinan KPK," kata dia melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (14/9).
Sebagai lembaga negara, KPK telah kehilangan lima orang pimpinannya. Sebab, tindakan pimpinan KPK mengembalikan mandatnya kepada Presiden identik dengan berhenti dari pimpinan KPK karena mengundurkan diri.
"Masalahnya, tindakan berhenti secara serentak dan secara kolektif, adalah prosedural dan bahkan merupakan tindakan pemboikotan," katanya.
Apalagi, cara menyampaikan berhentinya melalui konferensi pers di hadapan media. Untuk itu, mekanisme pengembalian tanggung jawab pimpinan KPK kepada Presiden dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan amanah dalam pasal 32 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK. "
Ini jelas memberi pesan kepada publik bahwa pimpinan KPK sedang melakukan manuver politik," katanya.
Koordiantor Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini menegaskan, implikasi hukumnya adalah terhitung Jumat (13/9) petang, KPK sebagai lembaga negara berada dalam kondisi kekosongan pimpinan. Berdasarkan amanah pasal 21 UU KPK, menurut Petrus, penyidikan dan penuntutan di KPK menjadi stagnan karena pimpinannya selaku penangung jawab tertinggi di KPK vakum.
Petrus menilai, sikap pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo dan kawan-kawan adalah memalukan. Sebagai pimpinan lembaga negara yang superbody, ia menilai, pimpinan sangat lemah.
"Agus Rahardjo dan kawan-kawan tidak memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, tidak sekuat lembaga KPK yang superbody. Pimpinan KPK menyerah dari kritik dari masyarakat serta mudah didikte oleh apa yang disebut Wadah Pegawai KPK," katanya.