REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW) telah meminta pemerintah China untuk membebaskan sejumlah anak-anak Uighur, pada Senin (16/9). Jumlah anak-anak tersebut masih belum diketahui, mereka ditahan secara sewenang-wenang, di tempat yang disebut sebagai lembaga kesejahteraan anak dan sekolah asrama di Xinjiang.
"Pemerintah China telah menampung anak-anak yang tak terhitung jumlahnya, yang orang tuanya ditahan atau di pengasingan, di lembaga kesejahteraan anak yang dikelola pemerintah dan sekolah berasrama tanpa izin atau akses orang tua," sebut HRW, dilansir dari laman Time.
Diperkirakan satu juta orang Uighur dan Muslim Turki lainnya ditahan di kamp pendidikan politik China di Xinjiang. HRW menyatakan warga Uighur yang tidak terdapat lainnya tidak diketahui ditahan di penjara dan pusat penahanan lainnya.
"Pemisahan paksa anak-anak oleh pemerintah China mungkin merupakan unsur paling kejam dari penindasannya di Xinjiang. Anak-anak harus segera dikembalikan ke tahanan kerabat di China atau diizinkan untuk bergabung dengan orang tua mereka di luar negeri," ucap Direktur HRW Cina, Sophie Richardson.
HRW menyatakan pihaknya begitu prihatin dengan praktik-praktik di fasilitas-fasilitas tersebut. Tempat tersebut dinilai menyalahi hak-hak dasar dan warisan budaya anak-anak. Anak-anak itu diajarkan bahasa China daripada bahasa mereka sendiri, dan diminta untuk bernyanyi dan menari untuk propaganda lagu.
Sementara itu, perlakuan Uighur di Beijing memang telah mendapat kecaman secara luas. Pada Juli, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo menyebut perlakuan China terhadap kelompok minoritas Muslim sebagai noda abad ini.