REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti lingkungan menyebut program restorasi lahan gambut baru akan terlihat hasilnya dalam waktu satu dekade atau lebih. Itupun apabila proses restorasi yang dijalankan Badan Restorasi Gambut (BRG) berjalan tanpa kendala.
Guru Besar Ilmu Tanah dan Lingkungan Universitas Tanjungpura Profesor Gusti Z Anshari mengatakan, hasil restorasi tak mungkin terlihat optimal dalam satu periode atau lima tahun mandat yang diberikan kepada BRG.
"Mungkin perlu waktu sepuluh hingga 15 tahun baru bisa terlihat hasilnya," kata Anshari dalam keterangannya yang diterima Republika, di Jakarta, Senin (16/9).
Dia menambahkan, hasil restorasi berpotensi lebih lama apabila kewenangan BRG tak ditambah. Menurut Anshari, kewenangan BRG masih terbatas ketimbang mandat yang diterima.
"Apalagi kalau mau terlihat hasilnya sampai revegetasi, ini tentu bisa jauh lebih lama," ujar Anshari.
BRG mendapat mandat target restorasi lahan seluas 2,7 juta hektare pasca-revisi peta lahan gambut. Keberadaan BRG menjadi basis yang membuat pengelolaan lahan gambut bisa sesuai jalur peraturan dan pengetahuan yang ada.
"Apa yang dilakukan institusi baru ini juga merupakan upaya yang sangat baru bagi kita semua. Sehingga jangan sampai usaha ini berhenti hanya karena dikejar target dan periode," kata Pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, ini.
Anshari pun menyoroti kompleksitas permasalahan yang selama ini dihadapi dalam proses restorasi lahan gambut. Sebab, pengelolaan lahan gambut merupakan kerja lintas struktural yang membutuhkan koordinasi serta upaya bersama agar bisa mencapai target.
Dia mengatakan, proses restorasi lahan gambut melibatkan banyak pihak, mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, perusahaan-perusahaan yang mengantongi izin konsesi, serta masyarakat setempat. "Ini tidak mudah. Butuh penyamaan visi dan pola pikir," ujarnya.
Selain soal keterbatasan wewenang, BRG juga dihadapkan pada kebutuhan anggaran yang cukup besar untuk menjalankan program restorasi lahan gambut secara tuntas. Selain dari pemerintah, perusahaan-perusahaan pemegang izin konsesi yang sebelumnya tak mengeluarkan anggaran pengelolaan lahan gambut pun kini harus mengalokasikan.
"Dengan adanya BRG, isu restorasi gambut berhasil menjadi isu publik. Sehingga perusahaan-perusahaan juga sadar punya perananan dan kewajiban melakukan program restorasi di lahan mereka," lanjut Anshari.
Upaya restorasi lahan gambut oleh BRG yang sudah berjalan tiga tahun belakangan ini dianggap telah menjadi awalan positif untuk meneruskan progran restorasi ke depannya. Program restorasi gambut pun harus menjadi proses yang berkesinambungan, dan tidak bisa dikatakan selesai dalam waktu tertentu.
"Sekarang mungkin belum sempurna, tapi tetap harus dilanjutkan. Karena restorasi lahan gambut ini penting buat Indonesia," katanya menambahkan.