SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM --- Kekeringan parah terus melanda sejumlah wilayah krisis air bersih di Sragen. Tak hanya berharap bantuan droping, warga juga mulai menjual hewan ternak untuk menghemat kebutuhan air.
Bahkan, warga juga mulai mengurangi intensitas mandi karena susahnya mendapat air bersih. Fenomena penjualan ternak itu terjadi di Desa Tlogotirto, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen.
“Kekeringan terjadi mulai bulan Mei. Itu sumur-sumur sudah tidak mengeluarkan air. Warga mulai beralih mencari air ke luar daerah ataupun menggali sungai-sungai. Ini juga menyusahkan, karena meski jarak mata air terdekat hanya 2 kilometer, tapi medannya sangat berat. Belum kita harus antre dengan warga lain yang juga membutuhkan,” ujar Bayan Tlogotirto, Agus Suryanto, kepada Joglosemarnews.com, Kamis (19/9/2019).
Ia mengatakan kekeringan parah itu membuat warga terpaksa harus menghemat air. Jika sehari biasanya mandi dua kali, selama beberapa waktu terakhir, warga terpaksa hanya sekali mandi.
“Itupun mandinya kadang pakai air yang tidak layak (kotor). Karena yang penting dapat air untuk masak,” tuturnya.
Kemudian, sebagian besar warga pemilik ternak kambing, juga terpaksa menjual ternaknya. Bukan untuk membeli air, namun hal itu dilakukan untuk menghemat kebutuhan air.
“Hampir semua warga di sini punya ternak. Nah, biasanya ternaknya banyak, karena kemarau ini pada dijual. Paling disisakan satu ekor. Karena kalau tidak begitu, kebutuhan airnya juga susah. Daripada tidak bisa memberi air, lebih baik dijual dulu,” terang Agus.
Ia menguraikan untuk warga yang punya uang, terkadang masih bisa membeli air keliling seharga Rp 5.000 satu jeriken.
Namun mereka yang tak punya uang, tinggal mengandalkan bantuan air bersih dari Pemkab atau berjuang keras ngangsu mencari sisa-sisa air di sumber yang ada, meski jaraknya jauh.
“Nyari air sekarang tinggal ada di belik. Jaraknya 2 kilometer lebih, itu pun medannya berat dan hanya bisa ditempuh jalan kaki. Airnya pun sedikit dan harus ngantri. Bantuan droping juga masih minim,” tukasnya.
Upaya menggali sumur dalam sebagai solusi untuk menanggulangi kekeringan, sudah seringkali dilakukan warga. Tahun ini saja, menurutnya belasan kali upaya pengeboran sumur sudah dilakukan, namun selalu berujung kegagalan. Kondisi wilayah Desa Tlogotirto yang merupakan tanah kapur, diduga menjadi penyebab.
“Dari belasan kali percobaan, 5 di antaranya adalah sumur dalam. Artinya kita mengebor sumur hingga kedalaman 100 meter. Tidak juga mendapatkan air,” terang Agus.
Berdasarkan perhitungan pihak desa, warga Tlogotirto membutuhkan air minimal 8 tangki dengan kapasitas 8 ribu liter per minggunya. Sementara droping dari BPBD Kabupaten Sragen, PMI dan pihak swasta, hanya datang 3 hingga 4 tangki setiap minggu.
Menurut Agus, terdapat 2 dusun di Tlogotirto yang saat ini mengalami darurat kekeringan, yakni Dusun Dawung (130 KK) dan Dusun Lempung (100 KK). Pihaknya berharap ada solusi lain untuk menyelamatkan warga dari musibah tahunan ini.
Dihubungi terpisah, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sragen, Sugeng Priyono, telah menggalang kerjasama dengan seluruh stakeholder terkait seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) serta sektor swasta, untuk memastikan keamanan persediaan droping air, untuk wilayah-wilayah terdampak kekeringan.
“Hingga saat ini, total sudah 1.851 tangki yang disalurkan ke seluruh daerah terdampak kekeringan. Memang tidak bisa menjamin seluruh kebutuhan warga, namun kami pastikan seluruh wilayah mendapat pasokan air yang memadai,” terang Sugeng.
The post appeared first on Joglosemar News.