REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah mahasiswa Malang di depan Gedung DPRD dan Balai Kota Malang berakhir ricuh. Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARD) ini memaksa masuk ke halaman Gedung DPRD dengan mendobrak pagar yang dijaga petugas kepolisian.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, aksi penolakan wacana regulasi kontroversial ini pada awalnya dimulai dengan tertib. Sejak pukul 08.30 WIB, beberapa mahasiswa yang berasal dari IMM, BEM se-UMM, SEMA se-UMM, SMART, GEMAR DESA dan sebagainya ini terlihat kondusif menyampaikan aspirasinya. Lalu berlanjut mediasi antara tiga perwakilan demonstran, anggota DPRD dan TNI/Polri di salah satu ruangan Gedung DPRD Kota Malang.
Perwakilan ARD, Ali Sardana mengaku hanya memiliki harapan sederhana yang ingin disampaikan pada anggota DPR RI melalui DPRD Kota Malang. "Kami ingin menyampaikan sikap selaku rakyat atas sejumlah poin tuntutan di sini. Menegaskan agar DPR seluruh Indonesia memberikan sikap penolakan atas semua UU yang akan disahkan DPR RI," kata Ali, Selasa (24/9).
Mendengar pernyataan tersebut, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika mengaku sangat menyambut baik. Dia paham terdapat banyak RUU kontroversial yang kini tengah dibahas DPR RI. Namun sayangnya, DPRD Kota Malang memiliki keterbatasan wewenangan mengingat itu menjadi keputusan legislatif pusat.
"Tapi kami di sini siap menerima aspirasi dan siap meneruskan ke DPR RI. Kebetulan di kita ada 10 parpol di DPRD dan delapan parpol punya kursi di DPR RI. Nanti bisa lewat masing-masing partai, tuntutan adik-adik nanti disampaikan ke DPR RI masing-masing," jelas politikus PDIP ini.
Setelah proses mediasi tersebut, pimpinan dewan juga sempat menemui para demonstran di Jalan Tugu atau depan Gedung DPRD Kota Malang. Dialog di tempat terbuka tersebut turut didampingi Kapolres Malang Kota dan Komandan Kodim 0833.
Selang beberapa waktu kemudian, sekitar 10 perwakilan demonstran kembali menemui anggota DPRD Kota Malang. Mereka meminta seluruh demonstran bisa masuk ke halaman gedung lembaga legislatif. Namun sayangnya, permintaan tersebut tidak diberikan oleh pimpinan DPRD sehingga kedua pihak bersitegang.
Menurut Made, pihaknya sudah memenuhi permintaan demonstran seperti mediasi dan turun ke tengah-tengah aksi. "Kita sudah terima mas, kalau kayak gini kalian nggak bertamu, tapi mau mengeroyok. Jadi tolonglah jangan seperti ini," tegasnya.
Namun penjelasan anggota dewan sepertinya tidak bisa diterima langsung oleh perwakilan demonstran. Sampai-sampai Kapolres Malang Kota, AKBP Dony Alexander turut memberikan penjelasan dan permintaan kepada demonstran. Ia memohon demonstran tidak melakukan aksi yang menimbulkan kejadian anarki.
Setelah tidak mendapatkan izin, para perwakilan demonstran kembali ke tengah-tengah aksi. Selang beberapa menit kemudian, terlihat sejumlah demonstran mulai memadati depan pagar Gedung DPRD Kota Malang. Mereka mencoba masuk dengan mendorong dan mendobrak pagar gedung.
Puluhan aparat kepolisian dan TNI pun diturunkan untuk mengamankan aksi. Aksi dobrakan pagar yang tidak terkendali dan lemparan batu serta botol membuat satu unit water canon diaktifkan. Semprotan air kepada para demonstran pun tidak bisa dihindari.
Atas kejadian ini, dua aparat dilaporkan harus mendapatkan pengobatan. Tak hanya aparat, satu wartawan media lokal pun turut menjadi korban di unjuk rasa tersebut. Hingga Selasa sore (24/9), para demonstran sudah mulai meninggalkan Jalan Tugu atau depan Gedung DPRD dan Balai Kota Malang.