REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan kericuhan yang tejadi dalam aksi menolak sejumlah revisi undang-undang. Ia mengatakan, pihaknya lebih mengutamakan dialog dalam menampung aspirasi mahasiswa terkait pasal-pasal yang dinilai kontroversial.
"Ini hanya soal satu dua pasal saja, itu kan soal sederhana. Itu bisa diomongkan," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9) kemarin.
"Jadi kan kejadian malam ini kita sayangkan, karena ini bukan tindakan dialog yang kita hendaki," lanjutnya.
Misalnya, ia menilai, masih banyak mahasiswa yang belum mengerti betul pasal-pasal yang berada dalam RKUHP. Sehingga, menimbulkan kemarahan dari mereka yang hanya baru paham RKUHP dari permukaannya saja.
"Ini lebih banyak tidak terlalu mengikuti isunya apa sebetulnya, kok tiba-tiba marah. Padahal kan kemarin waktu kontak Sekjen (DPR) kan sudah dipertemukan dengan Baleg gitu. Tapi ya disitunya malah marah-marah," ujar Fahri.
Pembahasan RKUHP dijelaskan telah melalui proses dan mekanisme yang berlaku. Bahkan, kata dia, DPR telah melakukan kajian bersama pihak-pihak terkait, seperti pakar dan akademisi.
Maka dari itu, RKUHP tidak bisa begitu saja dibatalkan atau dicabut. Karena proses pembahasannya telah memakan banyak waktu.
"Tetap harus pakai mekanisme tidak bisa membahas undang-undang tiba-tiba 'oy, ditunda ya', tidak bisa begitu dong. Ini negara bukan warung kopi," ujar Fahri.
Selain itu, ia menjelaskan, RKHUP yang dirancang oleh DPR bersama pemerintah bertujuan untuk menggantikan KUHP yang dibuat pada masa kolonial Belanda.
"Itu (KUHP lama) mazhab lalu. Itu yang kita lawan. KUHP ini adalah KUHP demokrasi, negara batasi segala bentuk tindakan yang sifatnya represif terhadap rakyat," ujar Fahri.