REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyisir pola pergerakan aksi mahasiswa dalam beberapa hari belakangan. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir menyampaikan, sanksi akan diberikan kepada pihak rektorat bila terbukti ada pengerahan massa mahasiswa ke lapangan.
Sanksi pun, ujar Nasir, bisa berupa sanksi akademik atau proses hukum lanjutan bila terjadi kerugian negara. "Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1 SP2. Kalau menyebabkan kerugian pada negara, bisa tindakan hukum. Nanti rektor yang bertanggungjawab," jelas Nasir usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (26/9).
Nasir sendiri mengaku sudah meminta seluruh pimpinan perguruan tinggi di Tanah Air untuk memberi pengertian kepada mahasiswa agar lebih mengutamakan dialog, ketimbang aksi kekerasan. Ia juga mewanti-wanti agar gerakan mahasiswa turun ke jalanan tidak ditungganggi pihak-pihak tertentu.
"Kritik saya persilakan tetapi dengan cara yang baik karena dia orang akademik. Orang yang memiliki intelektual yang baik. Oleh karena itu melalui kampus lah yang mereka bisa lakukan," kata Nasir.
Dalam waktu dekat, M Nasir juga berencana melakukan dialog bersama mahasiswa dari kampus-kampus besar baik negeri atau swasta di Indonesia. Dialog akan membahas mengenai isu terkini, terutama tentang pembahasan sejumlah rancangan undang-undangan kontroversial. Nasir ingin mahasiswa kembali ke jalur akademik dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah.
"Yang saya tanya saat itu ada yang tidak tahu apa yang dikemukakan. Tapi hanya ingin ini dibatalkan. Apa yang dibatalkan, isi substansinya tidak tahu secara detail. Ini yang perlu kita sampaikan. Oleh karena mahasiswa sebagai insan akademik mari kita bicarakan dengan baik, yaitu melalui dialog," jelasnya.