REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nifaq atau bentuk sifat dari munafik secara khusus digambarkan dalam Alquran. Bahkan, pada satu ayat dinyatakan bahwa orang-orang munafik akan ditempatkan di bagian paling bawah dari neraka.
Hal itu tidak lepas dari bahaya akan keberadaan orang-orang munafik ini. Akan tetapi, seseorang tidak serta merta bisa dihakimi sebagai orang yang munafik.
Direktur Rumah Fikih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, mengatakan harus dibedakan antara kelompok munafik di Madinah di masa kenabian dengan sifat nifaq itu sendiri. Menurutnya, dua hal itu tidak sama dan jauh berbeda.
Dalam Alquran disebutkan tentang kelompok munafik yang mana mereka tidak digolongkan sebagai orang beriman, tetapi mereka dikategorikan sebagai orang yang dipastikan menjadi penghuni neraka jahannam.
Hal itu seperti ditegaskan dalam surah an-Nisa ayat ke-138, 140, dan 145. Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa Allah memastikan tempat bagi orang munafik adalah di neraka.
Meski demikian, Ustaz Sarwat mengatakan Allah memastikan bahwa orang munafik tidak diperlakukan sebagai orang kafir. Hal itu mengingat bahwa secara syahadat, mereka menyatakan diri sebagai Muslim.
"Jadi secara statistik, kalau disensus, kelompok munafik tetap dihitung sebagai Muslim, bukan Nasrani, bukan Yahudi, bukan Majusi dan bukan pemeluk agama lain. Hanya saja yang menjadi masalah, meski mereka dihitung sebagai Muslim, namun di masa kenabian, peran orang munafik ini cukup merepotkan dakwah Nabi SAW," kata Ustaz Sarwat, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id.
Dia melanjutkan, peran orang-orang munafiq dalam merusak agama cukup besar. Salah satunya ketika mereka menyebarkan berita bohong atau hoaks tentang selingkuhnya Aisyah. Fitnah yang mereka sebarkan nyaris memakan korban se-kota Madinah. Bahkan, Nabi SAW sendiri juga ikut termakan hoaks dari kalangan munafik.
Isu tersebut baru reda setelah turun wahyu langsung dari Allah SWT. Kendati begitu, setelah kalangan munafik itu menyebarkan berita palsu, keberadaan mereka tetap aman dan selamat.
"Tidak ada dari kalangan munafik yang bisa dijerat hukum sebagai orang yang melakukan qadzaf atau menuduh zina. Sebab mereka cuma menyulut saja, begitu apinya membesar, mereka pun tiarap kembali," ujarnya.
Sementara itu, Ustaz Sarwat mengatakan bahwa kisah kaum munafik di masa kenabian itu berbeda dengan sifat nifaq. Dalam hal ini, ciri orang munafiq sebagaimana disebutkan Nabi Muhammad SAW ialah apabila berkata dia berdusta, apabila dipercaya dia berkhianat, dan apabila berjanji dia ingkar.
Dia menjelaskan, bahwa melakukan salah satu perbuatan dari ciri munafik itu tidak sampai menjadikan seseorang sebagai golongan orang munafik dan apalagi dimasukkan ke dalam neraka jahannam.
Sebab, menurutnya, berdusta memang ciri dari orang munafik. Namun, tidak serta merta orang berdusta dapat dikatakan sebagai munafik sebagaimana di masa kenabian.
"Kita tidak boleh memvonis orang lain yang tidak kita sukai, sebagai orang munafik. Tidak seorang pun yang memiliki otoritas untuk menuduh munafik kepada siapapun. Sebab dia tidak akan pernah tahu, apa benar orang yang dituduhnya munafik itu benar-benar munafik. Boleh jadi dia keliru menuduh," katanya.
Bahkan, Ustaz Sarwat melanjutkan, Nabi SAW sendiri tidak pernah mendeklarasikan siapa pun sebagai orang munafik. Padahal beliau sudah diberitahu Jibril tentang siapa saja yang termasuk munafik.
Hanya satu orang yang diberi bisikan tentang itu oleh Nabi SAW, yaitu Huzaifah bin Yaman. Namun, Huzaifah sudah bersumpah di depan Nabi SAW untuk tidak membocorkannya hingga wafat. Bahkan meski yang meminta informasi tersebut adalah sekelas Umar bin al-Khattab RA.