Jumat 04 Oct 2019 05:20 WIB

Investasi Bantu Dongkrak Ekspor Hortikultura

Nilai ekspor hortikultura anjlok dari 522 juta dolar AS menjadi 439 juta dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi)
Foto: distan.pemda-diy.go.id
Sayuran dan buah produk hortikultura (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor produk hortikultura dari tahun ke tahun kian merosot. Upaya mendongkrak ekspor produk hortikultura dengan meningkatkan investasi.

Asisten Asisten Deputi Agribisnis, Kementerian Koordinator Perekonomian, Yuli Sri Wilanti, mengatakan satu-satunya cara untuk kembali mendongkrak ekspor hortikultura dengan meningkatkan investasi. Pada 2014 silam, ekspor hortikultura hanya 522 juta dolar AS. Memasuki 2018, nilai ekspor terus melemah menjadi hanya 439 juta dolar AS.

Baca Juga

Industrialisasi sektor pertanian kian mendesak agar produk asal Indonesia bisa bersaing di pasar global. "Kita memang belum sejalan. Kita terus koordinasikan dan memastikan supaya hortikultura bisa menjadi tulang punggung ekspor," kata Yuli saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/10) lalu.

Menurut Yuli, saat ini pemerintah tengah mempersiapkan grand design hortikultura agar pemenuhan kebutuhan dalam negeri bisa maksimal. Di sisi lain, tentu pemerintah menginginkan agar komoditas hortikultura dapat terus ditingkatkan ekspornya.

Dalam komoditas hortikultura setidaknya terdapa empat kelompok. Yakni kelompok tanaman buah, sayur-mayur, obat, hingga tanaman hias. Pemerintah bakal memprioritaskan kelompok tanaman buah dan sayur-mayur untuk pangsa ekspor.

Sesuai dengan usulan dunia usaha, pemerintah sepakat untuk membentuk kawasan klaster komoditas hortikultura. Strategi itu dinilai penting untuk meningkatkan kapasitas produksi dan ekspor komoditas. Namun, pemerintah mengakui, hingga saat ini belum fokus pada upaya klasterisasi kawasan untuk komoditas hortikultura tertentu.

"Kawasan klaster hortikultura itu setingkat kota dan kabupaten. Kita akan lakukan pemetaan dengan ketersediaan lahan dimana saja. Kita lakukan dengan pendekatan perdesaan," kata Yuli.

Yuli menjelaskan, ketertinggalan sektor hortikultura juga disebabkan karena pemerintah cenderung fokus pada sektor tanaman pangan yakni padi, jagung, dan kedelai. Pada lima tahun ke depan, pemerintah akan melakukan banyak perubahan kebijakan untuk mendorong investasi di bidang hortikultura.

Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Yasid Taufik, menambahkan, selama ini kawasan sentra pertanaman komoditas hortikultura berjalan secara sendiri-sendiri. Itu sebabnya, klasterisasi dianggap penting.

Hanya saja, pemerintah terganjal masalah lahan. Pengembangan klaster untuk budidaya tanaman hortikultura dalam skala besar butuh Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah yang digunakan.

Padahal, mengurus HGU cukup rumit bahkan memakan waktu hingga lebih dari satu tahun. Menyikapi kendala itu, pemerintah bakal berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar hambatan soal tanah bisa disiasati.

Sementara itu, impor hortikultura yang masuk ke Indonesia kian meningkat. Pemerintah mengakui, antarlembaga dan kementerian teknis serta swasta belum sejalan dalam pengembangan pertanian hortikultura nasional. Mengutip data Kementerian Koordinator Perekonomian, nilai impor komoditas hortikultura pada tahun 2014 sebesar 1,65 miliar dolar AS dan melonjak menjadi 2,31 miliar dolar AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement