REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Banyak orang meyakini, Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-14 Masehi, dibawa para pedagang dari Gujarat, India. Teori itu pun tertulis di berbagai buku sejarah.
Teori yang dibawa seorang orientalis Belanda bernama Snouck Hurgronje itu tidak sepenuhnya tepat. Pasalnya, sejumlah pakar sejarah dan arkeolog membuktikan, Islam sudah masuk ke Nusantara sejak Rasulullah SAW masih hidup.
Arkeolog dari Australia National University, Peter Bellwood, menemukan bukti-bukti yang menunjukkan telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Indonesia, dan Arab, sebelum abad kelima masehi. Pada tahun ini Rasulullah belum lahir.
Bellwood menyebutkan, beberapa jalur perdagangan utama sudah berkembang sehingga dapat menghubungkan Nusantara dengan Cina. Hal itu dibuktikan dengan adanya temuan tembikar Cina dan benda berbahan perunggu dari zaman Dinasti Han di Selatan Sumatra serta Jawa Timur.
Sejarawan GR Tibbetts turut mengakui keberadaan jalur perdagangan utama itu. Dia kemudian meneliti lebih dalam mengenai perdagangan yang terjadi antara pedagang asal Arab dengan pedagang dari kawasan Asia Tenggara sebelum Nabi Muhammad menyebarkan Islam.
Dirinya menemukan bukti-bukti adanya kontak perniagaan antara Jazirah Arab dengan Nusantara kala itu. Tibbets menulis, perdagangan terjadi karena kepulauan Indonesia menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke Cina sejak abad kelima Masehi. Maka, peta perdagangan utama di Selatan saat itu meliputi Arab-Nusantara-Cina.
Kemudian sekitar 625 M atau 15 tahun setelah Rasulullah menerima Wahyu pertama, di sebuah pesisir pantai Sumatra sudah ada perkampungan Arab Muslim. Waktu itu masih dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya.
Di perkampungan tersebut banyak orang Arab tinggal. Mereka menikahi perempuan-perempuan lokal, dan beranak pinak di sana.
Tempat belajar Alquran dan Islam yang merupakan cikal bakal lahirnya madrasah dan pesantren pun didirikan di perkampungan itu. Tempat tersebut dianggap pula sebagai rumah ibadah atau masjid.
Profesor Hamka memperkuat temuan di atas dengan menyebut seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada 674 M.
Hamka mengatakan, pengembara itu menemukan satu kelompok bangsa Arab yang mendirikan perkampungan sekaligus bermukim di pesisir barat Sumatra.
Dijelaskan, kampung bernama Barus itu terletak di antara Kota Singkil dan Sibolga atau sekitar 414 kilometer dari Medan. Pada masa Sriwijaya, Kota Barus masuk dalam wilayahnya.
Hanya saja setelah Sriwijaya mengalami kemunduran lalu digantikan Kerajaan Aceh Darussalam, Barus masuk ke wilayah Aceh. Kabarnya para pedagang Arab hidup berkecukupan serta memiliki kedudukan baik di Barus.
Menurut Prof Hamka, penemuan tersebut mengubah pandangan orang mengenai sejarah masuknya Islam ke Tanah Air. Penemuan ini, kata dia, sudah dipastikan pula kebenarannya oleh para sejarawan dunia Islam di Princetown University di Amerika.