Rabu 09 Oct 2019 12:55 WIB

AS Sesalkan Banyaknya Korban Jiwa dalam Demonstrasi Irak

Aksi demonstrasi di Irak masih berlanjut dan telah memasuki pekan kedua.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjuk rasa melakukan pembakaran dan memblokir jalan selama demonstrasi di Baghdad, Irak, Ahad (6/10). Lebih dari 100 orang meninggal dalam protes tersebut.
Foto: AP Photo/Khalid Mohammed
Pengunjuk rasa melakukan pembakaran dan memblokir jalan selama demonstrasi di Baghdad, Irak, Ahad (6/10). Lebih dari 100 orang meninggal dalam protes tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo menyesalkan banyaknya jumlah korban jiwa dalam demonstrasi di Irak. Dia mendesak Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi menerapkan pengekangan secara maksimal.

“Menteri (Pompeo) menyesalkan hilangnya nyawa yang tragis selama beberapa hari terakhir dan mendesak Pemerintah Irak menahan diri secara maksimal,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan, Selasa (8/10).

Baca Juga

Pompeo meminta Abdul-Mahdi segera mengambil langkah mengatasi tuntutan para demonstran. Hal itu termasuk memberlakukan reformasi dan memberantas korupsi.

Aksi demonstrasi di Irak masih berlanjut dan telah memasuki pekan kedua. Pemerintahan Abdul-Mahdi telah mengumumkan pembaruan sosial guna meredam gejolak akibat unjuk rasa di negaranya.

Pembaruan tersebut di antaranya penyediaan rumah untuk warga miskin serta pelatihan bagi pemuda yang belum memperoleh pekerjaan. Hal itu diharapkan dapat menenangkan massa yang turun ke jalan dan menuntut Abdul-Mahdi mundur dari jabatannya.

Aksi demonstrasi di Irak berlangsung sejak 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan memprotes permasalahan yang mereka hadapi, seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta praktik korupsi yang merajalela di tubuh pemerintahan.

Namun, gelombang demonstrasi berujung dengan pertumpahan darah. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan telah menyebabkan sedikitnya 104 orang tewas dan lebih dari 6.000 lainnya luka-luka.

Presiden Irak Barham Salih mengutuk kekerasan terhadap para demonstran dan jurnalis. Salih mengatakan gelombang demonstrasi yang terjadi selama sepekan terakhir dipicu kesengsaraan yang dirasakan warga Irak. Namun, dia menyesalkan aksi itu direspons dengan tindakan represif.

“Pemuda yang tewas dalam demonstrasi telah meninggalkan luka di dada yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan jaminan. Apa yang telah terjadi harus dianggap penghasutan dan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Salih dalam pidato yang disiarkan pada Senin lalu, dikutip laman Al Arabiya.

Dia meminta pasukan keamanan Irak mematuhi aturan keterlibatan dan menghindari penggunaan amunisi hidup. “Angkatan bersenjata kami, yang telah melindungi negara dan orang-orang dalam konfrontasi paling serius dengan terorisme, juga mampu melindungi warga negara dan praktik-praktik demokrasi damai mereka dalam kondisi damai,” ujarnya.

Militer Irak telah mengakui mengerahkan kekuatan berlebih dalam menangani para demonstran, terutama di Baghdad. Setidaknya 13 orang dilaporkan tewas akibat bentrokan di kota tersebut pada akhir pekan lalu.

“Kekuatan berlebihan di luar aturan keterlibatan telah digunakan dan kami telah mulai meminta pertanggung jawaban para perwira komandan yang melakukan tindakan salah ini,” kata militer Irak dalam sebuah pernyataan pada Senin lalu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement