Selasa 15 Oct 2019 10:53 WIB

Manuver Agresif Prabowo dan Bayangan Lemahnya Oposisi Jokowi

PKS berpotensi sendirian menjadi oposisi pemerintahan Jokowi.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (tengah) menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kawasan Permata Hijau, Jakarta, Ahad (13/10/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (tengah) menyampaikan keterangan pers usai melakukan pertemuan di kawasan Permata Hijau, Jakarta, Ahad (13/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Ali Mansur, Antara

Manuver politik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belakangan ini dinilai agresif. Usai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene adalah rivalnya pada Pilpres 2019, Prabowo juga bertemu dengan pimpinan parpol pendukung Jokowi, yakni Surya Paloh (Nasdem) dan Muhaimin Iskandar (PKB).

Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago memahami bahwa manuver politik yang dilakukan Prabowo adalah demi tujuan Pilpres 2024. Pasalnya, sulit bagi Prabowo menjadi oposisi selama 10 tahun.

"Berat bagi Prabowo puasa, apalagi pertarungan Pilpres 2024 butuh logistik, tanpa cantolan yang kuat, sangat berat Gerindra bisa bertarung pada Pilpres 2024," kata Pangi kepada Republika.co.id, Senin (14/10).

Pangi menganggap manuver politik yang belakangan dilakukan Prabowo sangat agresif. Menurutnya, hal ini adalah upaya Prabowo dalam membangun silaturahim politik, agar partai koalisi pengusung tidak meradang.

Kendati demikian, tak dipungkiri ada risiko yang dipertaruhkan oleh Gerindra dan Prabowo. Salah satunya, adalah kemungkinan kehilangan basis dukungan akar rumput.

"Karena basis dukungan Prabowo selama ini kan basis akar rumput antitesis dari Jokowi," ujarnya.

Selain itu, ia menilai resistensi terhadap Gerindra jika bergabung ke koalisi pemerintah cukup kuat. Pasalnya, hal itu juga mempengaruhi citra Gerindra pada Pemilu 2024.

"Kalau nanti citra pemerintah redup, kalau pemerintah citranya negatif, maka bisa mempengaruhi insentif elektoral gerindra," jelasnya.

photo
Sabuk Keamanan Bangsa. Ketum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) menerima kedatangan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di DPP PKB, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Usai pertemuannya dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, pada Senin (14/10) malam, Prabowo menyebut perlu adanya penggabungan kekuatan dalam pembangunan nasional.  "Kita harus cari titik-titik persamaan dan negara seperti kita memerlukan penggabungan semua kekuatan untuk bekerja demi rakyat. Jadi kita harus menghindari perpecahan," ujar Prabowo, Senin (14/10).

Menurutnya, usai pemilihan umum (Pemilu) 2019, semua pihak sudah seharusnya kembali bersatu demi kepentingan bangsa. Apalagi bagi Partai Gerindra, yang notabenenya merupakan lawan politik bagi partai koalisi pendukung Jokowi.

"Pertemuan semacam ini saya anggap sangat penting, karena kita perlu untuk menjalin komunikasi politik yang baik di antara semua pimpinan parpol. Jadi saya merasa bahwa demokrasi kita memerlukan suatu kegiatan yang dinamis," ujar Prabowo.

Juru bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebut partainya siap menjadi oposisi atau koalisi bagi pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin lima tahun mendatang. Dahnil menegaskan, hingga kini belum ada keputusan apa pun dari Gerindra.

“Pak Prabowo dari awal mengatakan kami siap jadi oposisi atau bahasa kami mitra kirits, atau kami siap jadi mitra pemerintah,” kata Dahnil ditemui di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/10).

Dahnil menyampaikan, sampai saat ini, Prabowo belum menentukan sikap apakah akan menjadi koalisi atau oposisi untuk periode hingga lima tahun ke depan. Keputusan tersebut, lanjut Dahnil, tergantung pada kebutuhan Presiden terpilih Jokowi, mengingat Prabowo telah menyampaikan buah pikirannya dalam konsep ‘dorongan besar.

“Jadi, sampai detik ini Pak Jokowi dan pihak Pak Jokowi belum bilang mau memberikan sekian banyak menteri ke Pak Prabowo dan Gerindra, itu belum ada,” tukas Dahnil.

Menurut Dahnil, Prabowo akan mengumpulkan kader Gerindra dari seluruh Indonesia dalam rapat kerja nasional (rakernas) yang akan digelar di Hambalang pada 15-16 Oktober 2019 untuk meminta masukan untuk mengambil keputusan tersebut. “Pak Prabowo ingin mendengar masukan dari para kader, apakah kita lebih baik di dalam atau di luar,” ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement