REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kontras menilai hukuman mati sudah tidak relevan diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu, Kontras menolak keras pemberlakuan hukuman tersebut.
Koordinator Kontras, Yati Andriyani mengatakan, hukuman mati sesungguhnya bertentangan dengan aturan konstitusi yang ada di Indonesia. "Bahwa negara sesungguhnya sudah punya konstitusi untuk menjamin hak atas hidup masyarakatnya," kata Yati kepada wartawan di Gets Hotel, Kota Malang, Selasa (15/10).
Selain itu, Kontras juga acap menemukan persoalan dalam praktik pemidanaan seseorang. Bahkan, kejanggalan sering terasa mulai proses penyelidikan, penyidikan hingga praperadilan. Hal ini yang kemudian memunculkan mudahnya pemberlakuan vonis mati terhadap seseorang.
Kontras pada dasarnya mengutuk setiap tindakan kejahatan, seperti narkotika, terorisme dan sebagainya. Namun penindakan dengan hukuman mati bukan solusi utama. Menurutnya, hukuman mati tidak membuat kejahatan semisal perdagangan narkotika menurun.
Contoh lain, penetapan hukuman mati kepada para teroris. Penindakan ini kurang tepat karena mati memang tujuan utama mereka. Oleh sebab itu, Kontras menilai, tindakan hukuman mati tidak mampu memberikan efek jera.
Pada dasarnya, kata Yati, dunia saat ini tengah menghapus praktik-praktik hukuman mati. Sekalipun diterapkan, negara biasanya harus memiliki mekanisme pengawasan kuat. Dalam hal ini, perlu memastikan penerjemah dan pengacara kuat serta akses kesehatan yang baik.
"Dan pemerintah kita belum punya itu tapi tetap melakukannya. Di sisi lain, pada pemidanaan kita masih rentan dari aspek independensi, akuntabilitas dan profesionalismenya," tambahnya.