REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sukron Abdillah
Beberapa ahli manajemen menyebut, pekerjaan sebagai kesenangan (enjoyment) aktivitas, wujud pemenuhan diri (self fulfillment), dan wahana menciptakan institusi sosial (social institution) dalam hidup. Bahkan, dalam ajaran Islam, pekerjaan ditempatkan sebagai sesuatu yang setara dengan jihad fi sabilillah sebagai indikator bahwa bekerja dengan sungguh-sungguh merupakan ibadah.
Bagi seorang Muslim, kehidupan sejatinya diarahkan pada tujuan pengabdian terhadap Allah Yang Menggerakkan. Dengan demikian, apa yang dikerjakan memiliki manfaat bagi orang lain. Allah, dalam hati seorang Muslim akan menjadi energi dahsyat untuk mengerjakan pekerjaan secara sungguh-sungguh dan berkualitas.
Karena itu, awalilah segala aktivitas kerja kita dengan tujuan suci, sehingga dapat menghasilkan pekerjaan yang jadi wasilah (perantara) memperoleh bekal untuk kehidupan abadi di akhirat kelak.
Allah SWT berfirman, "Hai kaumku (orang kufur) berbuatlah sepenuh kemampuan (dan sesuai kehendak kamu), Aku pun akan berbuat (demikian). Kelak, kamu akan mengetahui siapakah di antara kamu yang akan memperoleh hasil (kesudahan) yang baik dari dunia ini." (QS al-An'am [6]: 135).
Setidak-tidaknya, ada tiga filosofi budaya bekerja menurut Alquran yang dapat kita aplikasikan saat mengerjakan sesuatu, sehingga mampu menjadi pekerja berkualitas.
Pertama, kerja harus dimaknai sebagai ibadah karena menjadi alasan diciptakan-Nya manusia dan jin di muka bumi. (QS al-Dzâriyât [51]: 56).
Kedua, kerja haruslah sungguh-sungguh. Allah SWT berfirman, "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (QS Alam Nashrah [94]: 7-8).
Ketiga, kerja harus apik dan berkualitas. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan ber takwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Menge tahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-Hasyr [59]: 18).
Syahrin Harahap, dalam Islam Dinamis mengatakan, manusia secara garis besar dianugerahi empat daya pokok, yaitu: Pertama, daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan; kedua, daya pikir yang mendorong pe miliknya berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan; ke tiga, daya kalbu yang menjadikan manusia mampu berkha yal, mengekspresikan keindahan, beriman dan merasa, serta berhubungan dengan Sang Pencipta; keempat, daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan, dan menanggulangi kesulitan.
Penggunaan salah satu dari daya tersebut dapat melahirkan kerja atau amal. Karena itu, kita tidak dapat hidup tanpa menggunakan salah satu dari daya-daya tersebut. Karena itu, kerja adalah keniscaaan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kerja atau amal yang dituntut-Nya bukan asal kerja, melainkan kerja yang saleh atau amal saleh. Saleh berarti sesuai dan bermanfaat bagi orang lain.
Pekerja saleh ialah orang yang mampu mengoptimalkan segenap potensi diri untuk menelurkan karya terbaik yang memiliki manfaat untuk orang banyak. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah senang apabila salah seorang di antara kamu mengerjakan suatu pekerjaan, (bila) dikerjakannya dengan baik (jitu)." (Al-Hadits). Wallahua'alam.