REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memperhatikan dan melindungi industri rokok kretek nasional. Rokok kretek dinilai sebagai industri khas Indonesia yang padat karya.
Pemerintah juga perlu memberikan perhatian pada kelangsungan dan kesejahteraan nasib para pekerjanya. Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM), Sudarto, meminta pemerintah agar di setiap kebijakan terkait industri rokok dan tembakau, memasukkan aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja rokok. "Contohnya, kebijakan pemanfaatan atau penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHC-CT," ujarnya di Jakarta, Kamis (17/10).
Selain itu, Sudarto berharap, setiap kebijakan pemerintah bisa menampung aspirasi dari para pekerja industri rokok. Setiap masukan dari kalangan serikat pekerja dan pihak terkait lainnya bisa saling melengkapi.
Tak hanya itu, FSP RTMM juga meminta pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing-masing sebesar 23 persen dan 35 persen. Kenaikan cukai dan HJE rokok dikhawatirkan justru berdampak negatif bagi perekonomian.
"Karena kenaikan akan menghilangkan lapangan pekerjaan maupun menurunkan kesejahteraan petani tembakau dan karyawan industri rokok. Selain itu berpotensi menumbuhkan maraknya peredaran rokok ilegal," kata Sudarto menjelaskan.
Kementerian Keuangan, Sudaro mengatakan, berjanji akan memperhatikan aspirasi dari kalangan pelaku industri rokok, khususnya mengenai Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pertimbangannya, dalam lima tahun terakhir, industri hasil tembakau jalan ditempat bahkan mengalami penurunan. "Akibatnya, kesejahteraan karyawan ikut menurun," ujarnya.
Bila pemerintah tidak memperhatikan SKT, Sudarto melanjutkan, kesejahteran karyawan industri rokok akan turun. Selain itu lapangan pekerjaan untuk buruh dan karyawan industri rokok dan tembakau juga semakin berkurang. Bila kondisi ini terus berlangsung ia khawatir bakal berdampak pada perekonomian masyarakat dan akhirnya merugikan perekonomian nasional.