REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (UP PKJ TIM) menyelenggarakan focus group discussion (FGD) untuk menyerap masukan masyarakat terkait revitalisasi Planetarium dan Observatorium Jakarta pada Sabtu (19/10). FGD bertajuk "Menajamkan Visi, Misi, dan Fungsi Planetarium dan Observatorium Jakarta Melalui Revitalisasi" mengundang unsur masyarakat dari praktisi, akademisi, komunitas-komunitas, dan media.
Pelaksanaan FGD dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Informasi dan Pengembangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Alberto Ali. Sejumlah narasumber dalam FGD tersebut, yakni Isandra Matin Ahmad selaku arsitek proyek revitalisasi TIM, Kepala UPT Observatorium Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung sekaligus astronom Hakim Lutfi Malasan, Kepala Pusat Studi Astronomi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Yudhiakto Pramudya, serta Staf Planetarium dan Observatorium UP PKJ TIN yang juga astronom Widya Sawitar.
Kepala UP PKJ TIM Imam Hadi Purnomo mengatakan, FGD ini bertujuan untuk menampung aspirasi dari berbagai komunitas sains dan astronomi serta mitra kerja UP PKJ TIM sebelum dilakukan revitalisasi Planetarium dan Observatorium Jakarta.
"Ini inisiatif dari kami, untuk menerima masukan dan FGD ini juga menjadi kebutuhan tim perancang. Tujuannya, agar saat revitalisasi ini selesai bisa menjawab kebutuhan komunitas, masyarakat, dan seluruh mitra kerja kami, baik dari dalam maupun luar negeri," kata Imam di Planetarium dan Observatorium Jakarta, Sabtu (19/10).
Imam menjelaskan, ada beberapa persoalan yang menjadi perhatian dalam FGD ini, di antaranya penempatan letak observatorium yang belum tampak dalam ulasan skema revitalisasi, jumlah, dan jenis pencahayaan, serta eksistensi aktivitas seni yang menjadi cikal bakal berdirinya TIM.
"Intinya mereka ingin revitalisasi tidak keluar dengan yang dicita-citakan sejak pencanangan pendiriannya oleh presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden RI nomor 155 Tahun 1963, sekaligus amanatnya pada saat pemancangan tiang pertama tanggal 9 September 1964. Ke depan akan ada diskusi lanjutan," ujar Imam.
Arsitek proyek revitalisasi kawasan UP PKJ TIM Isandra Matin Ahmad menuturkan, sejatinya desain revitalisasi ini akan mengembalikan ruh yang ada pada bangunan TIM pada saat pertama kali dibuat pada 1968 yang sayembara desainnya dimenangkan oleh Ciputra.
"Kemungkinan, kami memilih opsi di lantai paling atas gedung untuk observatorium dalam keperluan riset lebih serius," kata Isandra.
Ia menambahkan, untuk melaksanakan amanat Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Budaya Betawi dan Pergub Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi, dirinya akan mengaplikasikan nilai-nilai kearifan lokal pada bagian interior.
"Kita ingin Planetarium dan Observatorium Jakarta ini juga memiliki narasi jelas, ini ada di Jakarta," kata dia menjelaskan.
Tidak kalah penting, sambung Isandra, revitalisasi juga akan lebih menyediakan fasilitas yang semakin ramah penyandang disabilitas. "Mulai dari perencanaan desain, kebutuhan untuk penyandang disabilitas ini menjadi prioritas kami," kata Isandra.
Sementara itu, Kepala Observatorium Itera Lampung Hakim Lutfi Malasan berpendapat, revitalisasi juga perlu menghadirkan kebutuhan planetarium dan observatorium secara utuh agar menjadi wadah publik mengenai antariksa, kedirgantaraan atau playground interaksi publik dengan instrumen astronomi, serta menjadi clearing house.
"Semoga nantinya ada pemberian penyiaran hasil penelitian dan informasi astronomi terbaru dalam cara yang populer dan friendly. Menjadi wisata yang menginspirasi dan mengedukasi," kata Lutfi.