REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, melihat hak veto yang dimiliki Menko untuk membatalkan peraturan menteri yang tak sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo sejalan dengan program omnibus law. Hak veto yang ia miliki akan menyerasikan tindakan menteri-menteri teknis di bawah koordinasinya.
"Itu sejalan dengan program omnibus law. Omnibus law itu menyerasikan aturan, kalau ini menyerasikan tindakan. Ada tindakan menteri yang tidak serasi itu, hak veto diberikan ke Menko," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (24/10).
Lebih lanjut ia menjelaskan mengenai omnibus law yang kini tengah disusun oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurutnya, program tersebut dibentuk untuk memayungi atau menyelaraskan aturan-aturan yang bertentangan satu sama lain.
"Omnibus law itu kalau ada antara aturan bertentangan satu sama lain itu sudah dipayungi oleh sebuah hukum yang namanya omnibus law yang sekarang sedang digarap oleh Kemenkumham," katanya.
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, Menko memiliki hak veto untuk membatalkan kebijakan atau peraturan menteri. Kebijakan atau peraturan menteri itu yang tidak sejalan dengan visi presiden maupun yang berbenturan dengan kebijakan menteri lainnya.
"Presiden mengatakan, Menko itu mempunyai hak veto untuk membatalkan kebijakan atau peraturan menteri yang tidak sejalan dengan visi presiden maupun berbenturan dengan menteri-menteri lain," jelasnya.
Ia melihat, kebijakan maupun peraturan yang berbenturan antarkementerian kerap mempersulit pelaksanaan tugas. Ia juga menyampaikan, dalam Kabinet Indonesia Maju tidak ada yang namanya visi menteri. Hanya ada satu visi yang harus para menteri miliki, yakni visi Presiden dan Wakil Presiden.
"Karena itu tidak boleh lagi ego sektoral setiap menteri atau kementerian ingin menonjolkan dirinya sendiri. Semua harus menerjemahkan visi Presiden ke dalam program konkret yang produktif dan itu dikoordinir oleh Menko," katanya.