REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Centre for Muslim States and Societies di University of Western Australia memperingati Kashmir Black Day atau Hari Kelam Kashmir di Canberra, Australia, Ahad (28/10). Black Day merupakan hari di mana wilayah Jammu dan Kashmir diokupasi India atau tepatnya pada 27 Oktober 1947.
Duta Besar India untuk Australia, Babar Amin, menjadi pembicara utama dalam peringatan tersebut. Ia menceritakan kondisi kemanusiaan dan HAM terkini di Kashmir usai kondisi yang kembali mencekam di sana pascapencabutan status otonomnya.
Pada acara itu, sebagaimana dikutip dari laman pakobserver.net, Selasa (29/19), Babar Amin menjelaskan asal-usul sengketa Kashmir dan pendudukan ilegal India atas Jammu dan Kashmir.
Dia juga memberikan latar belakang historis tentang okupasi militer India terhadap Jammu dan Kashmir. Peristiwa yang terjadi 72 tahun lalu itu diperingati orang Kashmir di seluruh dunia sebagai Black Day.
Untuk kondisi terkini, ujar Babar, Pemerintah India telah melakukan tindakan ilegal dengan mencabut status otonom Kashmir pada 31 Agustus lalu. Ia juga mengutuk keputusan yang menolak orang-orang non Jammu dan Kashmir mendapat tempat tinggal di wilayah setempat.
Upaya itu, jelas Babar, adalah sebuah tindakan untuk mencaplok wilayah Kashmir dengan mengubah demogrfinya. Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar hukum internasional, piagam PBB, Resolusi Dewan Keamanan PBB dan sejumlah perjanjian bilateral antara Pakistan dan India.
Babar juga menyebut terjadi krisis kemanusian dan pemenuhan HAM di Jammu dan Kashmir yang semakin memburuk pascapencabutan status otonom. Sebab, India menambah pasokan tentara ke Kashmir.
Babar menegaskan hal itu dengan mengutip pernyataan Sekjen PBB, Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan sejumlah organisasi internasional, yang menyebut bahwa delapan juta warga Jammu dan Kashmir sedang dikunci di wilayah tersebut. Peringatan Black Day dihadiri oleh orang-orang Pakistan, Kashmir, termasuk yang dari komunitas Pandit dan Australia.