REPUBLIKA.CO.ID, KUALASIMPANG -- Syekh dari Palestina, Uday Mounis Hussein Al Akhras membimbing langsung pemuda Nias, Sumatra Utara, Syukurman Hia (21), masuk Islam setelah mengucapkan kalimat syahadat.
"Syukurman di hadapan Syekh Uday duduk bersila dengan sarung putih, kemeja putih, dan peci hitam. Ia melafalkan dua kalimat syahadat dibimbing Syekh Uday. Gemuruh takbir pun bergema dari puluhan warga yang hadir menyaksikan prosesi pensyahadatan itu," terang kemitraan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh, Munandar melalui sambungan telepon seluler di Kualasimpang, Rabu (30/10).
Dia melanjutkan, usai bersyahadat yang dilakukan di Masjid Asasuttaqwa, Gampong Lamteungoh, Kecamatan Darul Hikmah, Aceh Jaya, Selasa (29/10) itu pemuda dari Pulau Nias tersebut mengganti nama menjadi Muhammad Fakhrul yang turut disaksikan unsur musyawarah pimpinan kecamatan setempat, dan perwakilan Baitul Mal Aceh Jaya.
Syekh berasal dari Khan Yunis, Kota Gaza, Palestina ini mengharapkan Syukurman, mualaf yang sebelumnya seorang Kristiani itu untuk dapat mulai mendalami ajaran agama Islam seperti shalat dan lain-lain. "Alhamdulillah, sekarang dia sudah melaksanakan rukun Islam pertama. Mudah-mudahan ke depan dia bisa mendalami ajaran Islam," kata Syekh Uday menggunakan bahasa Arab yang diterjemahkan Ustaz Tanzil Asri.
Dia berpesan agar Syukurman tetap berbakti kepada kedua orang tuanya, meski kini sudah berbeda keyakinan akibat berbeda akidah. Kehadiran Syekh Uday ke Masjid Asasutaqwa bersama tim ACT Aceh bertujuan untuk menyampaikan kondisi terkini di Kota Gaza, terutama dalam menghadapi musim dingin, usai melakukan proses pensyahadatan dalam tausiah setelah Sholat Zuhur berjamaah.
Munandar selaku pendamping Syekh Uday menuturkan, Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten yang dikunjungi, selain kabupaten/kota Aceh, seperti Banda Aceh, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Langsa, dan Aceh Tamiang. Dia menjelaskan, dewasa ini kondisi di Jalur Gaza semakin mengkhawatirkan akibat warganya kesulitan dalam mengakses air bersih, listrik, dan makanan yang otomatis kondisi ini terasa sulit karena memasuki musim dingin.
"Sekitar 97 persen air di Gaza sudah tidak layak dikonsumsi, dan listrik cuma hidup sekitar empat jam. Keadaan ini sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat, salah satunya di antaranya terhadap pengobatan pasien di rumah sakit," kata dia.