REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Kepolisian Resort (Polres) Lampung Selatan memastikan alat pendeteksi gelombang tsunami yang dipasang di Dermaga Desa Tejang Pulau Sebesi sudah normal dan beroperasi kembali. Kerusakan yang terjadi pada alat pendeteksi tersebut hanya kabel terpotong dan tidak ada perangkat yang hilang.
Kapolres Lampung Selatan AKBP M Syarhan menyatakan, aparat polres sudah mendatangi dan melakukan penyelidikan terkait laporan adanya kerusakan pada alat pendeteksi tsunami di Pulau Sebesi. “Tidak ada alat yang hilang seperti yang informasi yang beredar,” kata AKBP M Syarhan dalam keterangan persnya, Rabu (6/11).
Polres meluruskan informasi yang beredar bahwa telah terjadi kerusakan pada alat pendeteksi tsunami di Pulau Sebesi. Kerusakan yang terjadi karena adanya kabel alat yang terpotong. Polisi masih melakukan penyelidikan terkait kabel terpotong tersebut apakah ada unsur kesengajaan atau faktor lain.
Saat ini, alat pendeteksi gelombang tsunami sebagai alat peringatan dini bahaya tsunami di Pulau Sebesi sudah beroperasi lagi. Alat peringatan yang terpasang di dermaga tersebut tetap mendapat penjagaan dari petugas atau aparat yang ditunjuk di Desa Tejang Pulau Sebesi.
Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi Miftahuddin juga mengatakan, tidak ada kehilangan satu pun perangkat pun pada alat pendeteksi tsunami yang berada di dermaga. Menurut dia, dua alat tersebut masih utuh terpasang dan hanya ada satu kabel pada satu alat pendeteksi tsunami yang terpotong.
“Tidak ada alat yang hilang. Hanya kabel putus dan sudah disambung lagi, tidak ada masalah, dengan alat pendeteksi tsunami tersebut,” kata Miftahuddin saat dikonfirmasi Republika.co.id Rabu (6/11).
Menurut dia, terdapat dua alat pendeteksi ketinggian air laut yang dipasang di dua pojok pada dermaga kapal motor di Desa Tejang. Alat tersebut dipasang setelah terjadi gelombang tsunami Selat Sunda yang terjadi pada 22 Desember 2018, sebagai alat peringatan dini tsunami.
Berdasarkan pantauan di Dermaga Desa Tejang Pulau Sebesi, beberapa waktu lalu, dua alat pendeteksi tsunami menggunakan tenaga listrik solar (panas matahari) yang energinya disimpan di aki (accu). Dua alat tersebut dilapisi kawat berduri agar tidak mudah dipegang tangan manusia.
Terdapat dua papan garis yang menjulur ke laut untuk mengukur kedalaman air laut di sisi dermaga. Alat tersebut terdapat batas ketinggian yang normal dan tidak normal. Bila air laut menyentuh batas ketinggian tidak normal maka sinyal alat pedeteksi tsunami bekerja dan mengeluarkan bunyi pada sirene yang terpasang.
Menurut M Yusuf, tokoh masyarakat Dusun III Regahan Lada Pulau Sebesi, sejak kejadian gelombang tsunami masyarakat setempat mulai peduli dengan peralatan yang terpasang di dermaga tersebut. “Masyarakat sudah tahu kalau ada alat pendeteksi tsunami, karena untuk kepentingan masyarakat untuk mengetahui adanya tsunami atau tidak, masyarakat tetap menjaganya,” kata Yusuf.
Ia menuturkan sangat kecil kemungkinan masyarakat yang mendiami Pulau Sebesi, bermaksud untuk mengambil atau merusak alat pedeteksi tsunami yang kepentingannya untuk masyarakat itu sendri. Setiap hari juga, kata dia, warga hilir mudik menggunakan kapal motor menyeberang ke Pulau Canti pada pagi dan petang.
“Alat pendeteksi tsunami tersebut tetap aman tidak ada yang jahil apalagi mau merusaknya,” katanya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada Sabtu (2/11) menyebutkan, terjadi vandalisme terhadap alat IDSL yang terpasang di sekitar Pulau Sebesi, Lampung. BNPB mengimbau semua pihak, khususnya masyarakat, untuk turut menjaga alat peringatan dini tsunami.
Perusakan dilakukan pada kabel aki pada Oktober lalu. Meskipun, saat itu kabel terpotong, alat masih dapat berfungsi karena menggunakan solar panel.