REPUBLIKA.CO.ID, JAKKARTA -- Seusai gempa berkekuatan 6,3 skala Richter (SR) dan 6,6 SR mengguncang Filipina beberapa hari lalu, gempa berkekuatan 6,5 SR kembali meluluhkan Filipina. Gempa susulan datang dua hari setelah gempa terakhir mengguncang Cotabato, Kamis (31/10) lalu.
Gempa pertama yang terjadi pada 16 Oktober lalu, menewaskan setidaknya 22 jiwa. Puluhan ribu warga diharuskan mengungsi dan banyak keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Telah banyak lembaga kemanusiaan yang terjun untuk membantu korban gempa Filipina, salah satunya Dompet Dhuafa.
Dalam misi kemanusiaan kali ini, Dompet Dhuafa membangun Rumah Sementara (Rumtara), agar para korban bisa kembali tinggal di tempat yang layak. Dompet Dhuafa, menjadi tim kemanusiaan pertama dari Indonesia yang menjejakan kaki di Mindanao, dan menjadi Non Government Organization (NGO) luar negeri pertama yang ikut menyalurkan bantuan.
“Dompet Dhuafa menjadi satu-satunya NGO Indonesia dan UN yang datang pertama membantu. Ini bentuk komitmen kami dalam menyalurkan amanah para donatur,” ucap Herdiansah, selaku Direktur Dompet Dhuafa Kontruksi dalam keterangan yang diterima Republika, Sabtu (9/11).
Menurut dia, biasanya proses pembangunan Rumtara membutuhkan waktu sekitar 48 jam, Namun karena berbagai kendala, maka proses pembangunan dapat memakan waktu lebih lama, sekitar 72 jam.
“Sejauh ini kesulitan kami membangun Rumtara yakni keterbatasan bahan baku serta minimnya jumlah pekerja maupun relawan,” kata dia.
Sampai hari ini, banyak bantuan yang belum tersebar secara merata, mengingat jarak pengungsian yang cukup jauh. Untuk mengatasinya, selama ini Dompet Dhuafa mengandalkan NGO lokal Filipina, kata dia.
Selain membangun Rumtara, tim Dompet Dhuafa juga membagikan bantuan logistik, hygiene kit, mengevakuasi kerusakan rumah dan menjalankan program active learning corner untuk pengungsi. Hingga saat ini, tim respon masih bertahan dan mendirikan posko di Makilala, Mindanao Utara, kata Herdiansah.