Senin 11 Nov 2019 12:16 WIB

Mahfud tak Menduga Ditugaskan Jadi Menko Polhukam

Prof Mahfud MD berada di Australia pekan lalu dan hadir di KJRI Melbourne

Red:
.
.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan yang baru Prof Mahfud MD berada di Australia pekan lalu dan hadir di KJRI Melbourne untuk berdialog dengan masyarakat Indonesia, acara yang dihadiri ratusan orang.

Ruang Bhineka hari Jumat (8/11/2019) penuh sesak dengan masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan menunjukkan menteri baru pilihan Presiden Jokowi untuk masa jabatan kedua ini populer dan disukai.

Prof Mahfud dalam acara yang lebih dari 2 jam tersebut memulai dialog dengan menjelaskan proses bagaimana dia terpilih sebagai Menkopolhukam, padahal sebelumnya dia pernah hampir dililih menjadi calon Wakil Presiden untuk mendampingi Jokowi namun kemudian tidak jadi.

"Tentu anda sudah mendengar atau membaca bahwa saya hampir saja dipilih untuk menjadi calon wakil presiden namun tidak jadi." kata Mahfud yang disambut dengan tawa oleh mereka yang hadir.

Setelah peristiwa tersebut, Mahfud yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut mengatakan dia tidak marah atas keputusan Jokowi.

"Ini hal yang saya anggap biasa dalam dunia politik. Tetapi setelah kejadian itu saya tetap aktif membantu dan berkampanye dalam pemilihan presiden dan pemilu legislatif." katanya lagi.

Menurut Mahfud yang juga pernah menjadi Menteri Pertahanan di pemerintahan SBY, dia kemudian beberapa kali bertemu dengan Jokowi setelah dia menang pilpres.

"Dalam pertemuan itu saya mendapat isyarat-isyarat akan diangkat menjadi menteri. Isyarat sebelumnya yang saya terima adalah saya akan diberi tugas jabatan M1 yaitu Jaksa Agung atau Menkumham." lanjutnya lagi.

Menurut Prof Mahfud MD, sampai ketika Presiden Jokowi berpidato di acara pelantikan hari Minggu (20/10/2019) dia masih mengira akan menduduki jabatan sebagai menteri di bidang hukum atau Jaksa Agung.

"Setelah pidato selesai saya ditelpon oleh Pak Pratikno (Mensesneg), yang bilang 'pak Mahfud stand by jangan kemana-mana hari Senin dan Selasa."

"Pak Mahfud tidak jadi utuk jabatan Jaksa Agung, namun naik menjadi Menkopolhukam." kata Mahfud menjelaskan pembicaraannya dengan Praktikno.

Satu jam sebelum pengumuman Menterin Kabinet Indonesia Kerja yang kedua, Mahfud dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk secara resmi akan ditugasi menjadi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

"Saya secara khusus untuk diminta untuk menangani empat hal. Memimpin penegakan hukum, menyelesaikaan kasus HAM yang belum selesai, melanjutkan program deradikalisasi, dan pemberantasan korupsi." kata tokoh Islam asal Madura tersebut.

 

Melanjutkan program deradikalisasi

Kedatangan Prof Mahfud MD ke Australia sebagai Menkopolhukam adalah menghadiri konprensi internasional bertajuk "No Money for Terrorism" di Melbourne.

Selain itu dia juga bertemu khusus dengan dua menteri Australia, yaitu Menteri Dalam Negeri Peter Dutton dan Menteri Luar Negeri Marise Payne.

Sebelum melakukan dialog kebangsaaan dengan warga Indonesia, Prof Mahfud menjelaskan hasil kunjungannya ke Australia tersebut dengan media.

Menurutnya beberapa hal penting yang dijelaskan kepada para menteri Australia mengenai Indonesia adalah apa yang dilihatnya sebagai perkembangan serangan terorisme yang juga melibatkan perempuan.

"Saya kira itu satu hal yang tidak banyak dibahas dengan luas selama ini, dengan pandangan yang ada bahwa selama ini serangan teror selalu dilakukan oleh pria." kata Prof Mahfud.

Dia mencontohkan tiga serangan teror yang melibatkan perempuan dalam dua tahun terakhir di Indonesia.

"Tahun lalu dalam peristiwa di Surabaya yang melibatkan seorang perempuan dan anaknya."

"Peristiwa kedua adalah penangkapan di Sibolga (Sumut) dimana perempuan yang mau ditangkap itu kemudian meledakkan diri."

"Dan penusukan terhadap Pak Wiranto juga melibatkan perempuan." kata Mahfud lagi.

Oleh karena itu, dalam tugasnya sebagai menteri, Prof Mahfud MD akan mengutamakan usaha melakukan deradikalisasi di Indonesia.

Ini menurutnya, walau dalam setahun terakhir walau jumlah serangan teror menurun, namun kualitasnya berkembang termasuk yang melibatkan perempuan.

 

"Cara-cara melakukan tindakan radikal itu ada berbagai macam. Ada yang menyusup masuk ke dalam organisasi, ada yang masuk ke sekolah, dan yang mendirikan lembaga pendidikan yang ekslusif."

"Ini semu adalah tindakan radikal menuju ke teror."

Menjawab pertanyaan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya mengenai mana ancaman teror yang lebih besar dari dalam negeri atau dari luar berkenaan dengan tewasnya pemimpin ISIS, Prof Mahfud mengatakan ISIS adalah salah satu dari beberapa ancaman teror yang ada.

"Kita berusaha menangani semua ancaman. ISIS hanya salah satu saja. Misalnya sekarang ada 47 warga di Suriah yang minta dipulangkan ke Indonesia."

"Kita masih menolak dan mempertanyakan keberadaan mereka, bagaimana mereka bisa sampai ke sana, apakah paspor mereka sudah dicabut atau belum."

"Itu baru ISIS, masih ada yang juga. Al-Qaeda dan gerakan-gerakan lain." katanya lagi.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement