Senin 11 Nov 2019 14:10 WIB

Kemenkeu Keluarkan Tiga PMK tentang Kenaikan Iuran BPJS

Kemenkeu menambah dasar penghitungan kebutuhan dana iuran jaminan kesehatan.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Friska Yolanda
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Foto: republika
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sekaligus mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Ketiganya diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (5/11) dan langsung diundangkan Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu (6/11). 

Sri mengatakan, tiga peraturan teknis tersebut membahas sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang terbit dan berlaku pada 24 Oktober lalu. "(Isinya) untuk membayar yang ASN (Aparatur Sipil Negara), untuk yang PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan yang untuk daerah," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (11/11).

Baca Juga

Tiga PMK yang dikeluarkan adalah PMK Nomor 158 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Penghasilan dari Pemerintah, PMK Nomor 159 Tahun 2019 tentang Pergeseran Anggaran Pada Bagian Anggaran pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) dan PMK Nomor 160 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Tiap PMK memiliki perubahan yang berbeda-beda. Pada PMK 158 Tahun 2019, Kemenkeu mengubah salah satu dasar penghitungan kebutuhan dana iuran jaminan. Berdasarkan PMK sebelumnya, PMK Nomor 205 Tahun 2013, dasar penghitungannya hanya berdasarkan perkiraan penghasilan yang terdiri dari gaji/pensiun pokok dan tunjangan keluarga. 

Sedangkan, dalam regulasi terbaru, Kemenkeu menambah dasar penghitungan kebutuhan dana iuran jaminan kesehatan. Yakni gaji/pensiun, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi dan tunjangan kinerja. 

Sementara itu, PMK 159/2019 memberikan Kemenkeu kewenangan untuk menggeser dari anggaran BA 999.08 ke BA BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) (BA 999.05). Tujuannya, untuk keperluan pembayaran kurang bayar TKDD dan penambahan alokasi DAU Tambahan untuk Bantuan Pembayaran Selisih Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Penduduk yang Didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.

Pergeseran tersebut searah dengan ketentuan dalam Perpres 75/2019 yang menyebutkan, pemerintah pusat memberikan bantuan pendanaan iuran kepada pemerintah daerah. Besarannya, Rp 19 ribu per orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah. 'Talangan' ini berlaku untuk periode Agustus sampai Desember 2019. 

PMK berikutnya, PMK 160/2019 memungkinkan pemerintah memenuhi kekurangan pembayaran PBI akibat perubahan jumlah peserta atau besaran iuran dapat menggunakan APBN Tahun Berjalan. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 3.

Dalam regulasi sebelumnya, PMK 10/2018, pemerintah hanya dapat memenuhi kekurangan pembayaran PBI melalui APBN Perubahan (APBN-P) atau APBN tahun anggaran berikutnya. Artinya, kini pemerintah memiliki tiga opsi untuk menutupi kekurangan pembayaran PBI. 

Sri menjelaskan, pihaknya akan melakukan perhitungan untuk masing-masing kelompok berdasarkan tiga PMK tersebut. Tapi, ia belum dapat menyebutkan finalisasi perhitungan dan memastikan waktu pencairan dana talangan BPJS. "Segera saja," katanya. 

Pernyataan tersebut berbeda dengan pernyataan Sri pada akhir Oktober. Saat itu, ia menjelaskan, besaran dana talangan yang harus dibayarkan Kemenkeu berdasarkan perhitungannya sekitar Rp 14 triliun. 

Tidak menutup kemungkinan realisasinya akan lebih besar mengingat Kemenkeu berinisiatif juga menalangi kebutuhan di daerah. "Nanti kami akan lihat, karena kami juga bayar untuk daerah," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis (31/10).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement